Ibnu Khaldun, Ulama & Cendekiawan Muslim Multigelar


Ibnu Khaldun, Ulama & Cendekiawan Muslim Multigelar
Berfondasi ilmu Al-Quran, Ibnu Khaldun menguasai dan merintis berbagai disiplin ilmu. Sederet gelar pun disandangnya: sejarahwan, bapak sosiologi Islam, ahli politik Islam, bapak ekonomi Islam, atau peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. 

NAMA Ibnu Khaldun tiba-tiba menjadi "trending" di media, setelah pendiri & pemilik Facebook, Mark Zuckerberg, mengaku tengah membaca sebuah buku tentang sejarah Islam karya Ibnu Khaldun.

Melalui akun Facebooknya, Mark Zuckerberg antara lain menulis: "Buku saya berikutnya yang akan segera saya baca untuk menyambut Tahun Buku adalah Muqaddimah. Buku ini ditulis oleh Ibnu Khaldun, seorang sejarawan Muslim yang sangat terkenal."

Muqaddimah (Pendahuluan) adalah buku terpopuler karya Ibnu Khaldun yang ditulisnya tahun 1377. Buku Muqaddimah adalah pendahuluan kitab Al-’Ibar yang bercorak sosiologis-historis dan filosofis.

Ibnu Khaldun adalah salah seorang cendekiawan Muslim yang berjasa membangun peradaban dunia dengan sinar Islam. Keluasan ilmunya membuat ia dijuluki banyak gelar, seperti sejarahwan, bapak sosiologi Islam, ahli politik Islam, juga dikenal sebagai bapak ekonomi Islam.

Bahkan karena pemikiran-pemikirannya yang briliyan, Ibnu Khaldun dipandang sebagai ”peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam”.

Pemikiran dan Karya-Karya Ibnu Khaldun

Bernama lengkap Abu Zayd 'Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami, sosok yang lebih dikenal sebagai sejarahwan Muslim ini lahir dan wafat pada bulan Ramadhan. Ia lahir di Tunisia pada 1 Ramadan 732 H/27 Mei 1332 M dan wafat di Kairo Mesir tanggal 25 Ramadan 808 H/19 Maret 1406 M.

Pemikiran Ibnu Khaldun mampu memengaruhi cendekiawan-cendekiawan Barat dan Timur, baik Muslim maupun non-Muslim. Pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis, misalnya, dikemukakannya jauh sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya.

Selain itu, istilah ”sosiologi”, walaupun diciptakan tokoh Prancis abad ke-19, Aguste Comte, namun kajian mengenai kehidupan sosial manusia sudah dibahas 500 tahun lebih awal pada usia 36 tahun. Itulah sebabnya Ibnu Khaldun pun dijuluki "Bapak Sosiologi Islam".

Salah satu karya tulis Ibnu Khaldun, Al-’Ibar (Al-’Ibar wa Diwanul Mubtada’ awil Khabar fi Ayyamil ‘Arab wal ‘Ajam wal Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar) pernah diterjemahkan dan diterbitkan oleh De Slane tahun 1863, dengan judul Les Prolegomenes d’Ibn Khaldoun.

Tahun 1890, pendapat-pendapat Ibnu Khaldun dikaji dan diadaptasi oleh sosiolog-sosiolog Jerman dan Austria yang memberikan pencerahan bagi para sosiolog modern.

Karya-karya lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi di antaranya At-Ta’riif bi Ibn Khaldun, Lubab Al-Muhassal fi Ushul Ad-Diin yang berisi kajian tentang permasalahan teologis, dan Muqaddimah (pendahuluan kitab Al-’Ibar yang bercorak sosiologis-historis dan filosofis).

Muqaddimah dinilai merupakan buku terpenting tentang ilmu sosial dan masih terus dikaji hingga saat ini.

Dalam buku yang telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa ini, Ibnu Khaldun menganalisis apa yang disebut dengan ”gejala-gejala sosial”, membedakan antara masyarakat primitif dengan masyarakat moderen, dan bagaimana sistem pemerintahan dan urusan politik di masyarakat.

Dibahas pula tentang gejala-gejala yang berkaitan dengan cara berkumpulnya manusia, pengaruh faktor-faktor dan lingkungan geografis, ekonomi dalam individu, bermasyarakat, maupun negara, juga berbicara tentang paedagogik, ilmu dan pengetahuan serta alat-alatnya.

Menurut Ibnu Khaldun, pada dasarnya negera-negara berdiri bergantung pada generasi pertama (pendiri negara). Disusul oleh generasi kedua yang menikmati kestabilan dan kemakmuran yang ditinggalkan generasi pertama.

Setelah itu, menurut Ibnu Khaldun, akan datang generasi ketiga yang tumbuh menuju ketenangan, kesenangan, dan terbujuk oleh materi, sehingga sedikit demi sedikit bangunan-bangunan spiritual melemah dan negara itu pun hancur, baik akibat kelemahan internal maupun karena serangan musuh-musuh yang kuat dari luar yang selalu mengawasi kelemahannya.

Keturunan Sahabat  

Ibnu Khaldun tercatat sebagai keturunan sahabat Rasulullah Saw bernama Wail bin Hujr dari kabilah Kindah ini hafal Al-Quran sejak usia dini.

Nenek moyang Ibnu Khaldun berasal dari Hadramaut, Yaman, yang berimigrasi ke Sevilla, Andalusia (Spanyol). Namun keluarganya akhirnya meninggalkan Sevilla menunju Melilia, Maroko, lalu menuju ke Tunisia.

Ibnu Khaldun berasal dari keluarga cendekiawan yang tak begitu tertarik dengan persoalan politik. Sejumlah bidang menjadi bagian penting dalam proses pendidikannya. Di antaranya adalah Al-Quran, tata bahasa, hukum, hadis, retorika, filologi, matematika, filsafat, dan astronomi.

Tiga Periode Kehidupan Ibnu Khaldun

Secara garis besar, kehidupan Ibnu Khaldun dapat dibagi dalam tiga periode.

1. Periode Pertama
Masa Ibnu Khaldun menuntut berbagai bidang ilmu pengetahuan –Al-Quran, tafsir, hadis, usul fikih, tauhid, fikih madzhab, ilmu nahwu dan sharaf, ilmu balaghah, fisika, dan matematika.

Ayahnya sendiri, Muhammad, yang memberikan pengajaran pertama kepada Ibnu Khaldun. Selanjutnya, ia menimba ilmu dari banyak cendekiawan yang ada di Tunis. Apalagi saat itu, Tunis seakan menjadi pusat cendekiawan Muslim dari Andalusia. Dasar pendidikan Alquran yang diterapkan oleh ayahnya menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Islam dan giat mencari ilmu selain ilmu-ilmu keislaman.

Sebagai hafidz (orang yang hapal Al-Quran), ia menjunjung tinggi Al-Quran. Sebagaimana dikatakan olehnya:

“Ketahuilah bahwa pendidikan Alquran termasuk syiar agama yang diterima oleh umat Islam di seluruh dunia Islam. Oleh kerena itu pendidikan Alquran dapat meresap ke dalam hati dan memperkuat iman. Dan pengajaran Alquran pun patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang lain.” 

2. Periode Kedua
Ibnu Khaldun terjun dalam dunia politik dan sempat menjabat berbagai posisi penting kenegaraan seperti sekretaris Sultan, perdana menteri, duta besar, dan Qadhi Al-Qudhat (Hakim Tertinggi).

Namun, akibat fitnah dari lawan-lawan politiknya, Ibnu Khaldun sempat dijebloskan ke dalam penjarah, hingga memutuskan untuk menjauhi politik dan tinggal di Qal'at, Aljazair.

3. Periode Ketiga
Ibnu menjauhi politik dan tinggal di Qal'at, Aljazair. Di sinilah ia memulai periode ketiga kehidupannya sebagai peneliti dan penulis.

Sempat kembali ke tanah kelahiran, Tunisia, akhirnya ia memilih Mesir sebagai tempat terakhir pengembaraannya.

Di Kairo Mesir, Ibnu Khaldun mendapatkan sambutan luar biasa dari para ulama. Ia membentuk sebuah halaqah di Al-Azhar bahkan menjadi guru besar di Universitas Al-Azhar. Ia pun dianugerahi gelar ”Waliuddin” oleh Sultan Mesir ketika itu, Burquq.

Demikianlah sosok Ibnu Khaldun, Ulama & Cendekiawan Muslim Multigelar, yang wajib kita teladani kebaikan dan sumbangsihnya terhadap Islam dan kaum Muslim. Wasalam. (www.risalahislam.com, diolah dari berbagai sumber).*

1 Comments

Post a Comment

Post a Comment

Previous Post Next Post