Jangan Abaikan Orang Berkedudukan Rendah (Tafsir QS Abasa)

Tafsir QS Abasa
Rasulullah Saw "ditegur" Allah SWT karena mengabaikan orang biasa nan buta dan mengutamakan pemuka Quraisy.

KITA biasanya mengabaikan atau tidak menaruh perhatian kepada orang yang kelas sosial dan ekonominya rendah. Sebaliknya, kita akan menyambut orang penting, pejabat, orang kaya, atau status sosial-ekonominya tinggi.

Kita juga biasanya "cuek" sama orang yang butuh dengan kita, sedangkan kita tidak punya kepentingan terhadapnya.

Kita akan segera membalas pesan inbox atau email orang penting, berkedudukan tinggi, atau kaya. Sebaliknya, jika pesan itu datang dari orang biasa, gak penting, maka kita akan malas-malasan untuk membalasnya.

Pengurus lembaga zakat akan lebih ramah dan menyambut muzaki atau donatur, daripada merespons mustahiq atau kaum dhuafa yang memerlukan bantuan.

Orang beriman atau muslim yang baik, tidak akan melakukan semua itu! Muslim sejati akan memperlakukan semua orang sama, tanpa melihat status sosial-ekonomi atau kepentingannya. Seorang mukmin akan ramah dan peduli kepada siapa pun.

Pedulikan semua orang tanpa memandang status sosial dan ekonominya! Itulah pesan utama yang terkandung dalam QS. Abasa, sebuah surat yang berisi teguran Allah SWT kepada Rasulullah Saw yang lebih mengutamakan petinggi Quraisy ketimbang seorang biasa yang tunanetra pula.

Menurut sebuah riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari, demikian juga riwayat dari Ibnu Abi Hatim, yang diterima dari Ibnu Abbas: 

“Saat Rasulullah menghadapi beberapa orang terkemuka Quraisy, yaitu Utbah bin Rabi’ah, Abu Jahal, dan Abbas bin Abdul Muthalib untuk memberi keterangan kepada mereka tentang hakikat Islam agar mereka mau beriman, masuklah seorang laki-laki buta, yang dikenal namanya dengan Abdullah bin Ummi Maktum. Dia masuk ke dalam majlis dengan tangan meraba-raba. Sejenak sedang Rasulullah terhenti bicara, orang buta itu memohon kepada Nabi agar diajarkan kepadanya beberapa ayat Al-Qur’an. 

Mungkin oleh karena merasa terganggu sedang menghadapi para pemuka Quraisya itu, tampak wajah beliau Saw masam menerima permintaan Ibnu Ummi Maktum itu, sehingga perkataannya itu seakan-akan tidak beliau dengarkan dan beliau terus juga menghadapi pemuka-pemuka Quraisy tersebut."

Setelah selesai semuanya itu dan beliau akan mulai kembali kepada ahlinya turunlah ayat ini: Abasa Watawalla.... “Dia bermuka masam dan berpaling.” Allah SWT langsung menegur Rasulullah Saw agar tidak mengabaikan orang biasa.

“Dia bermuka masam dan berpaling.” (ayat 1). “Lantaran datang kepadanya orang buta itu.” (ayat 2). “Padahal adakah yang memberitahumu boleh jadi dia akan jadi orang yang suci.” (ayat 3).

Setelah ayat itu turun, sadarlah Rasulullah SAW akan kekhilafannya itu. Lalu segera beliau hadapilah Ibnu Ummi Maktum dan beliau perkenankan apa yang dia minta dan dia pun menjadi seorang yang sangat disayangi oleh Rasulullah SAW. 

Di mana saja bertemu dengan Ibnu Ummi Maktum, Nabi Saw selalu menunjukkan muka yang jernih berseri kepadanya dan kadang-kadang beliau katakan dengan nada canda: “Hai orang yang telah menjadi sebab satu kumpulan ayat turun dari langit kepadaku...!”

Ibnu Katsir meriwayatkan, bukan saja Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim yang membawakan riwayat ini, bahkan ada pula riwayat dari Urwah bin Zubair, Mujahid, Abu Malik dan Qatadah, dan Adh-Dhaahak dan Ibnu Zaid dan lain-lain; bahwa yang bermuka masam itu memang Rasulullah SAW sendiri dan orang buta itu memang Ibnu Ummi Maktum.

Ibnu Ummi Maktum adalah seorang sahabat Rasulullah yang terkenal. Satu-satunya orang buta yang turut hijrah dengan Nabi ke Madinah. Satu-satunya orang buta yang dua-tiga kali diangkat Rasulullah Saw menjadi wakilnya jadi Imam di Madinah kalau beliau bepergian. 

Ibunda Ibnu Ummi Maktum tak lain adalah saudara kandung ibu yang melahirkan Siti Khadijah, istri Rasulullah Saw. Setelah di Madinah, beliau pun menjadi salah seorang muadzin yang diangkat Rasulullah Saw di samping Bilal.
Dalam sebuah riwayat dari Qatadah, yang diterimanya dari Anas bin Malik, di zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Khatab, Anas melihat langsung Ibnu Ummi Maktum yang tunanetra itu turut dalam peperangan hebat di Qadisiyah, ketika penaklukan negeri Persia, di bawah pimpinan Sa’ad bin Abu Waqqash.
"Dan adapun orang yang datang kepadamu berjalan cepat.” (ayat 8). Kadang-kadang datang dari tempat yang jauh-jauh, sengaja hanya hendak mengetahui hakikat ajaran agama, atau berjalan kaki karena miskin tidak mempunyai kendaraan sendiri: “Dan dia pun dalam rasa takut.” (ayat 9). Yaitu rasa takut kepada Allah, khasyyah! Karena iman mulai tumbuh: “Maka engkau terhadapnya berlengah-lengah.” (ayat 10).

Sejak teguran ini, Rasulullah Saw mengubah total strategi dakwahnya, tidak hanya fokus pada para petinggi atau pemuka masyarakat.

Al-Qasyani menulis dalam tafsirnya, QS Abasa adalah teguran halus guna menyempurnakan strategi dakwah Rasulullah Saw. Sebagai kekasih Allah, sekecil apa pun kekhilafan yang dilakukan, maka Allah langsung meluruskannya dan beliau Saw pun langsung taat dan patuh. Rasul bersabda: “Aku telah dididik oleh Tuhanku sendiri, maka sangatlah baiknya didikan itu.”

Surat Abasa yang diturunkan pada periode Makkah awal ini memberi panduan dalam berdakwah dan bersikap kepada sesama. "Jangan berpaling dan bemuka masam!"

Dalam mengajarkan risalah Allah, jangan pernah pedulikan apakah orang yang dituju itu kaya ataukah miskin, apakah kedudukan sosial yang tinggi ataukah rendah (orang biasa).

‘Abasa berarti melengos atau merasa terganggu. Ini menunjukkan betapa dekat Allah Ta’ala mencermati perilaku Nabi Muhammad Saw. Memang, tidak diragukan lagi bahwa budi pekerti serta akhlak Nabi Saw demikian mulia dan luhur. Namun, sebagai manusia biasa, Rasul pun bisa berbuat salah dan langsung mendapatkan bimbingan dari Allah untuk meluruskannya.

QS Abasa adalah wahyu yang mengagetkan Nabi Saw. Sesaat setelah turunnya wahyu tersebut, baliau buru-buru mendatangi rumah Ibnu Maktum, mengundangnya ke rumah beliau, dan membentangkan kain untuk tempat duduknya. 

Ibnu Maktum tidak mau duduk karena merasa sungkan dengan Nabi Suci, tetapi Nabi Suci s.a.w. mendesak dan mendudukkannya, dan kemudian bersabda: “Sekarang, tanyakanlah kepadaku apa yang ingin kauketahui”.

Semoga Allah SWT memberi kita kekuatan untuk senantiasa bersikap ramah dan peduli kepada semua orang, tanpa memandang status sosial-ekonomi, tinggi atau rendah. Rasulullah Saw, setelah turunnya QS Abasa ini, memberikan teladan terbaik (uswah hasanah) dengan kian mencintai dan memperhatikan kaum dhuafa dan bertatus sosial rendah. (www.risalahislam.com).*

Sumber: Tafsir Al Azhar | Tafsir Al Qur'an oleh Buya HAMKA.

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post