Pengertian Kebaikan dalam Islam

kebaikan goodness
http://goodology.com
KITA sering mendengar kata "baik", "orang baik", "berbuat baik", atau "kebaikan". Apa makna, arti, definisi, maksud, atau pengertian kebaikan yang sebenarnya dalam Islam?

Secara bahasa (Indonesia), menurut KBBI, baik artinya elok; patut; teratur (apik, rapi, tidak ada celanya, dsb): mujur; beruntung; berguna; manjur; sembuh; pulih; selamat (tidak kurang suatu apa).

Kebaikan --atau goodness dalam bahasa Inggris-- artinya sifat baik; perbuatan baik, kegunaan; dan sifat manusia yang dianggap baik menurut sistem norma dan pandangan umum yang berlaku.

Makna kebaikan mungkin berbeda bagi setiap orang. Baik menurut kita, belum tentu baik menurut mereka. Maka, dalam pandangan manusia, kebaikan itu relatif dan bahkan situasional-kondisional.

Sebagai Muslim, kita memiliki panduan lengkap dalam memahami dan menyikapi segala hal, termasuk dalam memaknai kebaikan ini.

Pengertian Kebaikan menurut Islam
Rasulullah Saw sebuah haditnya menegaskan: “Kebaikan adalah akhlak yang baik, sedangkan dosa adalah apa saja yang meragukan jiwamu dan kamu tidak suka memperlihatkannya pada orang lain.” (HR. Muslim).

“Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan adalah apa saja yang menenangkan hati dan jiwamu. Sedangkan dosa adalah apa yang menyebabkan hati bimbang dan cemas meski banyak orang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebaikan.” (HR. Ahmad, Thabrani, dan Al Baihaqi).

Dalam salah satu ayat Al-Quran, kebaikan disebut "Al-Biru". Ulama mengartikan al-birru sebagai "kebaikan yang banyak".

Dalam ayat berikut ini Allah SWT merinci apa saja yang disebut kebaikan

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ


"Kebaikan itu bukanlah dengan menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]:177).

Dari ayat di atas, yang dimaksud perbuatan baik atau kebaikan dalam Islam antara lain:
  • Beriman. Beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi.
  • Suka Infak, Sedekah, Dermawan. Memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; (memerdekakan) hamba sahaya.
  • Taat Ibadah, termasuk mendirikan shalat sebagai kewajiban utama kaum Muslim dan menunaikan zakat.
  • Menepati Janji. Menepati janjinya apabila ia berjanji
  • Sabar. Orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan.

Menurut hadits riwayat Ar-Rabi' dan Qatadah, sebab turun (asbabun nuzul) ayat QS 2:177 tersebut yaitu ketika umat Yahudi sembahyang menghadap ke arah Barat, sedangkan umat Nasrani menghadap ke arah Timur.

Masing-masing pemeluk agama mengklaim bahwa hanya agama yang dianutnya paling benar dalam berbakti dan berbuat kebajikan. Di luar agamanya dianggap salah dalam berbakti dan berbuat kebajikan, sehingga turunlah ayat di atas untuk membantah pendapat dan persangkaan mereka.

Dalam Al-Quran dan Tafsirnya dari Universitas Islam Indonesia (1991) dijelaskan, ayat tentang kebaikan di atas bukan saja ditujukan kepada umat Yahudi dan Nasrani, tetapi mencakup semua umat yang menganut agama samawi (agama yang turun dari langit) termasuk umat Islam.

Allah SWT menjelaskan kepada semua umat manusia, bahwa kebaktian bukanlah sekedar menghadapkan muka kepada suatu arah tertentu (baik arah ke Timur atau ke Barat).

Tetapi hakikat kebaktian adalah beriman kepada Allah dengan sesungguhnya, iman yang bersemayam di lubuk hati yang dapat menentramkan jiwa, yang dapat menunjukkan kebenaran dan mencegah diri dari segala macam dorongan hawa nafsu dan kejahatan.

Beriman pada hari akhirat sebagai tujuan terakhir dari kehidupan dunia yang serba kurang dan fana ini. Beriman kepada malaikat yang di antara tugasnya menjadi perantara dan pembaca wahyu dari Allah kepada para Nabi dan Rasul. Beriman kepada semua kitab-kitab (Zabur, Taurat, Injil, dan Al-Quran) yang diturunkan Allah. Beriman kepada semua nabi tanpa membedakan antara seorang nabi dengan nabi yang lain.

Implementasi kebaikan dalam konteks ayat di atas antara lain:
  • Memberikan harta yang dicintai kepada karib kerabat yang membutuhkannya (infak, sedekah).
  • Mendirikan salat, artinya melaksanakan pada waktunya dengan khusyu' sesuai rukun-rukun salat dan syarat-syarat salat.
  • Menunaikan zakat kepada yang berhak menerimanya berdasarkan QS. 9: 60. Dalam Al-Quran, antara salat dan zakat terjalin hubungan sangat erat dalam melaksanakan kebaktian dan kebajikan. Apabila disebutkan perintah "mendirikan salat", maka selalu diiringi dengan perintah "menunaikan zakat". Sebab salat yang didahului dengan bersuci merupakan pembersih jasmani dan rohani, sedang zakat pembersih harta yang kita peroleh. Dengan demikian, kebaktian dan kebajikan itu tidak cukup dengan jasmani dan rohani saja, tetapi harus disertai dengan harta yang kita cintai.
  • Menepati janji bagi mereka yang telah mengadakan perjanjian, baik janji kepada Allah SWT (seperti sumpah dan nazar) maupun janji kepada manusia.

Dengan demikian makna, arti, definisi, maksud, dan pengertian kebaikan dalam Islam mencakup dimensi ibadah dan kepedulian sosial atau hablum minallah (hubungan dengan Allah) dan hablum minan naas (hubungan dengan sesama manusia).

Setiap Muslim harus memiliki hubungan harmonis dengan Allah SWT, yakni dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, juga wajib memiliki hubungan yang baik dengan sesama manusia, yakni dengan budi pekerti atau akhlak yang baik.

عَنْ أَبِي ذَرّ جُنْدُبْ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذ بْن جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ  [رواه الترمذي وقال حديث حسن وفي بعض النسخ حسن صحيح]

"Dari Abu Zar, Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman, dan Mu’az bin Jabal radhiallahuanhuma dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda: Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, iringilah keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapusnya dan pergauilah manusia dengan akhlak yang baik.“ (HR Turmuzi dalam Arba'in Nawawiyah)." 
Semoga kita senantiasa diberi hidayah dan kekuatan untuk memahami kebaikan dan mengamalkannya. Amin...! Wallahu a'lam bish-showabi. (www.risalahislam.com).*

Sumber:
1. Al-Quran dan Terjemahannya
2. Tafsir Ibnu Katsir
3. Shahihain (Bukhari dan Muslim)
4. Arba'in Nawawiyah

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post