Hikmah Peringatan Nuzulul Quran

Hikmah Peringatan Nuzulul Quran - Turunnya Al-Quran



Hikmah Peringatan Nuzulul Quran
Peringatan Nuzulul Quran (turunnya al-Qur'an) diperingati kaum Muslimin Indonesia tiap tanggal 17 Ramadhan. 

Pada tanggal itu, diyakini pertama kali turunnya al-Quran sekaligus sebagai “simbol peresmian” Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib sebagai Nabi dan Rasul Allah SWT dengan misinya mendakwahkan Risalah Islam. 

Karena itu pula, Ramadhan sering disebut Syahr al-Quran (bulan al-Quran).

Tentu saja, peringatan tersebut diadakan supaya kaum Muslimin, minimal setahun sekali, melakukan pengkajian tentang keimanan terhadap al-Quran dan pengamalan ayat-ayat al-Quran, termasuk menancapkan keyakinan bahwa al-Quran yang merupakan sumber utama ajaran Islam ini benar-benar merupakan kebenaran sejati sebagai pedoman hidup (way of life)

Melalui al-Quranlah Allah SWT Sang Pencipta dan Penguasa Alam ini menyatakan kehendak-Nya. Mengikuti tuntunan dan tuntutan al-Quran berarti mengikuti kehendak-Nya. Itulah sebabnya Dia sendiri yang menjamin keaslian al-Quran sejak pertamakali diturunkan. Firman-Nya,

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Quran dan sesungguhnya Kami tetap memeliharanya” (Q.S. 15:9).

Salah satu indikasi keaslian al-Quran adalah tidak adanya “Quran tandingan” karena manusia yang paling cerdas sekaligus paling membenci al-Quran pun tidak akan sanggup membuatnya. Allah SWT sendiri menantangnya,

“Jika kamu masih ragu-ragu tentang kebenaran apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), silakan kamu membuat satu surat saja yang sama dengannya (al-Quran). Panggilah saksi-saksi (pemuka dan para ahli) kamu (untuk membantumu) selain Allah, sekiranya kamu benar (bisa melakukan hal itu). Jika kamu tidak sanggup membuatnya dan sekali-kali kamu tidak akan sanggup, takutilah api neraka yang kayu bakarnya manusia dan bantu yang disediakan bagi orang-orang kafir (yang menentang kebenaran al-Quran)” (Q.S. 2:23-24).

Arti Al-Quran

Secara harfiyah, al-Quran berarti bacaan. Sebagaimana terdapat dalam Q.S. 75:17-18),

“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya dan ‘membacanya’. Jika Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah ‘bacaan’ itu”.
Ayat pertama pun yang diturnkan adalah Iqra’ (bacalah!) yang mengindikasikan kewajiban pertama manusia adalah membaca, baik dengan pancaindera maupun mata hati. 

Dari ayat pertama itu saja, al-Quran sudah menunjukkan bahwa ia rahmat dan bimbingan bagi manusia. Membaca adalah jalan untuk memperoleh ilmu. 

QS Al-Alaq

Dengan ilmu itu manusia bisa mengenal baik dan buruk menurut Allah SWT, mengenal dirinya, juga mengenal Tuhannya. Rahasia alam akan tersingkap denan membaca, juga pembentukan kebudayaan termasuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk “menaklukkan” alam.

Quran sebagai Ruh

Dalam QS. al-Anfal (8): 2 disebutkan, salah satu sifat atau ciri orang yang beriman (mukmin) adalah waidza tuliat 'alahim aayaatuhuu zaadathum iimaana, jika dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah bertambahlah keimanan mereka. Ayat tersebut menunjukkan, bagi seorang mukmin al-Quran merupakan ruh yang dapat menggerakkan hati-sanubarinya. 

Sebuah gerakan hati menuju keimanan yang lebih kuat lagi kepada Allah SWT. Keimanan yang kuat merupakan energi untuk beramal-Islami yang lebih kuat pula, menambah semangat jihad fi sabilillah, dan menambah keberanian untuk tampil membela kebenaran atas motif li i'laai kalimatillah (menegakkan firman-firman Allah SWT).

Maka, ketika ruh al-Quran bisa menyentuh sanubari umat Islam, mereka pun dapat menjadi benar-benar umat yang terbaik (khairu ummah). 

Sebaliknya, ketika ruh al-Quran tidak lagi menyentuh atau berpengaruh terhadap hati-sanubari umat Islam, mereka pun menjadi umat yang hina, terbelakang, dan menjadi "buih" (ghutsa) yang mudah diombang-ambing ombak, selalu mengikuti arus ke mana saja ia mengarah, tidak punyai ketetapan dan pendirian tegas. Itulah yang diperingatkan Nabi Muhammad SAW dengan sabdanya,

"Sesungguhnya Allah dengan kalam ini (al-Quran) mengangkat beberapa kaum dan dengannya pula merendahkan yang lain."
Tepat pula apa yang dikemukakan Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh: “Bangsa Barat maju karena meninggalkan kitab suci mereka (Bible, Injil), sementara umat Islam justru mengalami kemunduran ketika meninggalkan kitab sucinya (al-Quran)”.

Sesungguhnya, ruh al-Quran hanya akan merasuk sukma seseorang jika ia betul-betul menjadikan al-Quran sebagai pedoman hidupnya, menjadikan kalam Allah ini sebagai sumber motivasi dan referensi (acuan) dalam beramal. Padahal, Allah sendiri menyebut al-Quran sebagai ruh yang dapat menggerakkan hati manusia dengan firman-Nya,

"Dan begitulah Kami wahyukan padamu berupa ruh" (QS 42:52).

Allah SWT mewahyukan al-Quran tidak lain agar menjadi pedoman bagi hidup umat manusia. Dengan pedoman itu, manusia akan menjalani kehidupan ini dengan baik dan benar, sehingga tercipta ketentraman, keharmonisan, dan kebahagiaan hidup (Q.S. 35:29-31). 

Maka, adalah kewajiban kita untuk mengimani, membaca, menelaah, menghayati, dan mengamalkan ajaran al-Quran secara keseluruhan, serta mendakwahkannya (Q.S. al-'Ashr:1-3). 

Jika kita memang benar-benar beriman kepada Allah SWT atau mengaku Muslim. Membacanya saja sudah berpahala, bahkan kata Nabi Saw satu huruf mengandung 10 pahala, apalagi jika mengamalkannya.

Tiga Kelompok Menyikapi Al-Quran

Allah SWT mengingatkan dalam al-Quran tentang terbaginya umat Islam kedalam tiga golongan dalam menyikapi al-Quran (Q.S. Faathir [35]:32). 
  1. Zhalimu linafsih (menganiaya diri sendiri).
  2. Sabiqun bil-khairi (cepat berbuat kebajikan). 
  3. Muqtashid (pertengahan). 

QS Al-Fathir:32 Pewaris Al-Quran

Dewan Penerjemah Al-Quran Depag RI (Al-Quran dan Terjemahannya, Depag RI) memaknai ketiga golongan tersebut sebagai berikut: golongan pertama adalah "orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya"; golongan kedua adalah "orang yang kebaikannya amat banyak dan amat jarang berbuat kesalahan; dan golongan "pertengahan" adalah mereka yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya.

Dapat dikatakan, golongan zhalimu linafsih adalah orang yang mengabaikan al-Quran sebagai pedoman dalam hidupnya. Disebut "menganiaya diri sendiri" karena dengan mengabaikan ajaran Allah ia sesat dalam hidupnya, dunia dan akhirat. Ia menolak untuk mengikuti aturan yang sudah jelas akan menyelamatkannya dunia-akhirat.

Golongan sabiqun bil-khair adalah mereka yang cepat mengamalkan al-Quran begitu mereka baca dan pahami. Persis sebagaimana dicontohkan Nabi Saw dan para sahabat. Para sahabat bahkan berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan (fastabiqul khairat) sebagai pengamalan ajaran al-Quran (Islam).

Sedangkan golongan muqtashid dapat dikatakan parsial dalam pengamalan al-Quran. Mereka mencampuradukkan antara ibadah dan maksiat, hak dan batil, ajaran al-Quran dan ajaran di luar al-Quran. Mereka tentu termasuk orang yang merugi karena Allah SWT memerintahkan agar kita berislam secara total (kaffah). Wallahu a’lam. (www.risalahislam.com).*

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post