Hukum Imam Shalat Berjamaah Bacaan Tidak Fasih, Tajwid Buruk

Hukum Imam Shalat Berjamaah Bacaan Tidak Fasih, Tajwid Buruk
Bagaimana hukum shalat berjamaah yang imamnya baca Al-Fatihah dan ayat Al-Quran lainnya tidak fasih, tajwidnya berantakan? Ia jadi imam hanya karena dituakan di sebuah masjid.

Ustadz Taufik Hamim Effendi di laman Eramuslim menjelaskan, para ulama menjelaskan bahwa tidak sah shalat di belakang imam atau bermakmun dengan imam yang tidak fasih dengan mengubah atau mengganti huruf ke huruf lainnya dari surat Al-Fatihah.

Tidak sah bermakmum kepada imam yang salah membaca harakat atau baris. Orang yang tidak fasih bacaan Al-Qurannya tidak boleh menjadi imam. Orang yang menjadi makmumnya juga shalatnya tidak sah. 

Namun, ketika yang menjadi makmun adalah orang yang kemampuan baca Al-fatihahnya sama dengan dia atau lebih buruk darinya, maka shalatnya sah.

Jika imam fasih bacaan Al-Fatihahnya, dan tidak fasih membaca selain Al-Fatihah, maka shalatnya sah. Demikian juga dengan orang yang bermakmum di belakangnya, karena setelah membaca Al-Fatihah, boleh atau sah shalat orang yang tidak membaca surat atau ayat Al-Quran.

Imam Nawawi menjelaskan: 

“Jika kesalahannya mengubah makna maka sah shalatnya dan orang yang shalat bermakmum di belakangnya, karena meninggalkan bacaan surat (selain Al-Fatihah) tidak membatalkan shalat dan tidak ada larangan bermakmum dengannya”.
Dengan demikian, yang paling berhak menjadi imam shalat berjamaah adalah orang yang paling fasih bacaan Al-Qurannya. Selain itu, sebaiknya ia juga memahami fiqih shalat secara baik. 

Rasulullah Saw menegaskan:

“يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله…”.

“Orang yang paling berhak menjadi imam adalah yang paling fasih membaca kitabullah…”.

Masih di Eramuslim, Ustadz Sigit Pranowo juga menjelaskan, di antara persyaratan seorang bisa menjadi imam dalam shalat adalah memiliki kemampuan untuk membaca Al Qur’an dengan benar.

Tidaklah sah imamnya seorang yang ummi (tidak bisa baca Al Qur’an) terhadap orang yang bisa membacanya. Tidaklah sah imamnya seorang yang bisu terhadap orang yang bisa membaca Al Qur’an atau terhadap orang yang ummi karena membaca adalah salah satu rukun didalam shalat. 

Tidaklah sah makmumnya seorang yang pandai membaca Al Qur’an dibelakang orang yang tidak pandai membacanya karena imam adalah penjamin dan yang bertanggungjawab terhadap bacaan makmumnya dan ini tidaklah mungkin terdapat didalam diri orang yang ummi.

Jika imamnya seorang yang ummi, untuk orang yang ummi juga, atau bisu, maka diperbolehkan. Ini merupakan kesepakatan para fuqaha (ahli fiqih). 

Jumhur ulama (para ulama Hanafi, Maliki dan Hambali) menagatakan, janganlah seorang makmum lebih kuat (mampu) keadaannya dalam membaca Al Qur’an daripada imamnya. 

Tidak diperbolehkan seorang pandai membaca Al Qur’an bermakmum dengan seorang yang ummi tidak dalam shalat wajib maupun sunnah. 

Tidak diperbolehkan seorang yang sudah baligh bermakmum dengan anak kecil, tidak diperbolehkan seorang yang mampu melakukan ruku’ dan sujud bermakmum dengan orang yang tidak mampu melakukan keduanya.

Dengan demikian tidak seharusnya seorang imam memiliki kualitas bacaan yang buruk atau tidak benar didalam pengucapan huruf-huruf al Qur’an, baik ketika membaca Al Fatihah maupun surat-surat lainnya, sementara dibelakangnya terdapat orang yang pandai membaca Al Qur’an.

Di laman NU Online juga disebutkan, sholat berjama'ah meniscayakan adanya imam dan makmum serta ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan oleh imam dan makmum.

Di antara ketentuan tersebut adalah tidak sah shalatnya makmum yang baik bacaan fatihahnya (qari') mengikuti (bermakmum) dengan orang yang bacaan fatihahnya cacat. 

Dengan demikian, ketika si makmum mengetahui bahwa bacaan fatihah imam cacat, maka ia harus mufaraqah (niat keluar dari jama'ah dan tidak mengikuti shalat imam lagi). 

Hal ini banyak dibicarakan dalam kitab-kitab fiqih madzhab Syafi'i seperti Fathul Qarib, Fathul Mu'in, Asnal Mathalib dan lain-lain. Dalam Asnal-Mathalib disebutkan:

وَلَا) قُدْوَةَ (بِمَنْ يَعْجِزُ) بِكَسْرِ الْجِيمِ أَفْصَحُ مِنْ فَتْحِهَا (عَنْ الْفَاتِحَةِ، أَوْ عَنْ إخْرَاجِ حَرْفٍ) مِنْهَا (مِنْ مَخْرَجِهِ، أَوْ عَنْ تَشْدِيدٍ) مِنْهَا (لِرَخَاوَةِ لِسَانِهِ) وَلَوْ فِي السِّرِّيَّةِ؛ لِأَنَّ الْإِمَامَ بِصَدَدِ تَحَمُّلِ الْقِرَاءَةِ، وَهَذَا لَا يَصْلُحُ لِلتَّحَمُّلِ

"Dan tidak (sah) bermakmum dengan orang yang tidak dapat membaca surat Al-Fatihah sesuai dengan mahraj atau tasydidnya karena mengendornya lidahnya, meskipun dalam shalat yang imam tidak dianjurkan mengeraskan suara karena sesungguhnya imam menjadi penanggung jawab fatihah makmum, sementara orang ini (yang tidak mampu membaca fatihah dengan baik) tidak layak untuk itu."

Demikian Hukum Imam Shalat Berjamaah Bacaan Tidak Fasih, Tajwid Buruk. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post