Hukum Musik, Lagu, dan Bernyanyi dalam Islam

Tanya: Bagaimana hukumnya musim, bernyanyi, atau lagu dalam pandangan Islam? Mohon penjelasannya.

Hukum Musik dan Bernyanyi dalam Islam

JAWAB
: Para ulama dan para fuqaha berbeda pendapat tentang hukum musik/bernyanyi. Ini masalah khilafiyah. Ada yang membolehkan, ada yang melarangnya. Masing-masing mempunyai dalilnya sendiri-sendiri.

Yang melarang (mengharamkan) misalnya berdasarkan QS. Luqman:36 tentang “perkataan sia-sia” (Lahwal Hadits). 

Beberapa ulama menafsirkan Lahwal Hadits sebagai nyanyian, musik atau lagu.

Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat-alat musik.” (HR. Bukhari).  “Sesungguhnya Allah mengharamkan nyanyian-nyanyian dan menjualbelikannya, mempelajarinya atau mendengarkannya.” Kemudian beliau membacakan ayat di atas. (HR. Ibnu Abi Dunya dan Ibnu Mardawaih).

Ulama yang membolehkan (menghalalkan) --dengan catatan nyanyian/musik itu tidak mengajak kepada kemunkaran, kemaksiatan, atau tidak menimbulkan madhorat, dan tetap menjaga akhlak karimah, dan khususnya diperdengarkan di acara walimah— berdasarkan QS. Al-Maidah:87:

ÙŠٰٓاَÙŠُّÙ‡َا الَّØ°ِÙŠْÙ†َ اٰÙ…َÙ†ُÙˆْا Ù„َا تُØ­َرِّÙ…ُÙˆْا Ø·َÙŠِّبٰتِ Ù…َآ اَØ­َÙ„َّ اللّٰÙ‡ُ Ù„َÙƒُÙ…ْ ÙˆَÙ„َا تَعْتَدُÙˆْا ۗاِÙ†َّ اللّٰÙ‡َ Ù„َا ÙŠُØ­ِبُّ الْÙ…ُعْتَدِÙŠْÙ†َ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.

Juga sejumlah hadits a.l. “Aku berjalan bersama Abdullah Bin Umar ra. Dalam perjalanan kami mendengar suara seruling, maka dia menutup telinganya dengan telunjuknya terus berjalan sambil berkata, “Hai Nafi, masihkah kau dengar suara itu?” sampai aku menjawab tidak. Lalu ia melepaskan jarinya dan berkata; “Demikianlah yang dilakukan Rasulullah Saw.” (HR. Ibnu Abid Dunya dan al-Baihaqi).

“Nabi Saw mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami memukul gendang dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang Badar. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata: “Di antara kita ada Nabi Saw yang mengetahui apa yang akan terjadi kemudian.” Maka Nabi Saw bersabda: “Tinggalkan omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.” (HR. Bukhari).

Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Umar melewati shahabat Hasan, sedangkan ia sedang melantunkan syi’ir di masjid. Maka Umar memicingkan mata tidak setuju. Lalu Hasan berkata: “Aku pernah bersya’ir di masjid dan di sana ada orang yang lebih mulia darimu (yaitu Rasulullah Saw)” (HR. Muslim).

Menurut hemat kami, musik atau nyanyian menjadi terlarang jika disertai kemaksiatan, kemunkaran, dari segi liriknya, perbuatannya (misalnya erotisme/pornoaksi), atau disertai mabuk-mabukan, menampakan aurat, ikhtilath atau campur baur pria–wanita, dan lain-lain.

Musik atau lagu dibolehkan asalkan bersih dari unsur kemaksiatan/kemunkaran seperti disebutkan di atas, misalnya lagu/nasyid yang syairnya memuji sifat-sifat Allah SWT, mendorong orang meneladani Rasul dan para sahabat, mengajak tobat, ibadah, jihad, menuntut ilmu, dan sebagainya.

Dalam hadits lain Rasul membolehkan jenis alat musik tertentu. Ini artinya musiknya sendiri boleh secara hukum asal, buktinya Rasul membolehkan adanya alat musik. Yang dengan jelas diterangkan kebolehannya dalam hadits, yaitu alat musik ad-duff atau al-ghirbal, atau rebana. “Umumkanlah pernikahan dan tabuhkanlah untuknya rebana.” (HR. Ibnu Majah).

Selain alat musik tersebut,  para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan dan ada pula yang menghalalkan. Namun, menurut Syekh Nashiruddin Al-Albani, hadits-hadits yang mengharamkan alat-alat musik seperti seruling, gendang, dan sejenisnya, seluruhnya dha’if (lemah).

Kesimpulannya, memainkan alat musik apa pun, adalah mubah. Inilah hukum dasarnya. Kecuali jika ada dalil tertentu yang mengharamkan, maka pada saat itu suatu alat musik tertentu adalah haram. Jika tidak ada dalil yang mengharamkan, kembali kepada hukum asalnya, yaitu mubah --jika tidak terdapat unsur kemaksiatan atau kemungkaran. Wallahu a’lam bish-shawab.*

1 Comments

  1. Didik SantosoFebruary 27, 2011

    Assalamu'alaikum

    Ustadz, di kitab mana saya bisa menemukan simpulan kalimat "Namun, menurut Syekh Nashiruddin Al-Albani, hadits-hadits yang mengharamkan alat-alat musik seperti seruling, gendang, dan sejenisnya, seluruhnya dha’if (lemah)."?

    Sepanjang pengetahuan saya beliau pernah membantah tulisan pada majalah Ikhwanul Muslimin yang menghalalkan musik. Dengan demikian beliau termasuk ulama yang mengharamkan musik.

    Assalamu'alaikum

    ReplyDelete

Post a Comment

Post a Comment

Previous Post Next Post