Pengertian Bid'ah yang Sebenarnya

Pengertian Bid'ah yang Sebenarnya
Bid’ah (بدعة) adalah perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh, dalam hal ini contoh dari Rasulullah Saw dan para sahabat, terutama dalam ritual ibadah pokok (mahdhah).

Lawan Bid'ah adalah Sunnah.

Dalam kamus bahasa Indonesia, bidah diartikan sebagai perbuatan atau cara yang tidak pernah dikatakan atau dicontohkan Rasulullah atau sahabatnya, kemudian dilakukan seolah-olah menjadi ajaran Islam; pembaruan ajaran Islam tanpa berpedoman pada Alquran dan hadis; kebohongan; dusta.

Bid'ah itu tindakan mengada-adakan dalam urusan agama (ibadah), lebih pada soal praktik ibadah seperti syarat, rukun, tata cara, dan bacaan-bacaan.

Jika kita menambah syarat, rukun, tata cara, dan bacaan, itulah bid’ah. Kita harus beribadah persis seperti yang dilakukan Rasulullah Saw dan para sahabatnya, tanpa menambah atau mengurangi.

Secara bahasa, bid’ah diambil dari kata bida’ yaitu al ikhtira ‘, artinya mengadakan sesuatu tanpa adanya contoh sebelumnya, seperti yang dijelaskan dalam Kitab Shahih Muslim bi Syarah Imam Nawawi: 

“Dan yang dimaksud bid’ah, berkata ahli bahasa, dia ialah segala sesuatu amalan tanpa contoh yang terlebih dahulu”.

Bi'dah dilarang Islam.


وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru, karena sesungguhnya mengadakan hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat” [Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-Tirmidzi ; hadits hasan shahih].

Pengertian Bid’ah Menurut Ulama

Para ulama memberikan beberapa definisi bid’ah, redaksinya berbeda-beda, namun sebenarnya memiliki kandungan makna yang sama.
  • Ibnu Taimiyah: bid’ah dalam agama adalah perkara yang dianggap wajib maupun sunnah, namun yang Allah dan rasul-Nya tidak syariatkan.
  • Imam Syathibi: bid’ah adalah satu jalan dalam agama yang diciptakan menyamai syariat yang diniatkan dengan menempuhnya bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah.
  • Ibnu Rajab: bid’ah adalah mengada-adakan suatu perkara yang tidak ada asalnya dalam syariat. Jika perkara-perkara baru tersebut bukan pada syariat, maka bukanlah bidah, walaupun bisa dikatakan bid’ah secara bahasa.
  • Imam as-Suyuthi: bid’ah adalah sebuah ungkapan tentang perbuatan yang menentang syariat dengan suatu perselisihan atau suatu perbuatan yang menyebabkan menambah dan mengurangi ajaran syariat.
Semua bid’ah itu sesat. Sabda Nabi Saw: “Kullu bid’atin dhalalah”, setiap bid’ah itu sesat. “Kullu” artinya tiap-tiap alias semuanya. Sudah tentu mencakupi semua bid’ah pasti sesat.

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Saw. Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat. (HR. Muslim).

Istilah bid’ah yang baik (bid’ah hasanah) itu dari Imam Syafi’i. Ar-Rabbi rahimahullah:

“Telah berkata as-Syafi’ie rahimahullahu Ta’ala: perkara-perkara yang diadakan terbagi dua: yang pertama apa yang di buat bertentangan dengan al-Kitab (al Qur’an), Sunnah, Ijma atau atsar, maka inilah bid’ah yang sesat. Kedua apa yang di buat berupa kebaikan yang tidak bertentangan dengan salah satu dari perkara (al Qur’ah, Sunnah, Ijma, dan atu atsar) maka itu perbuatan yang tidak tercela.”

Yang dimaksudkan Imam Syafi’i ialah bid’ah dari segi bahasa (lughah), bukan dari segi syara’ atau dalam persoalan agama.

Imam Syafi’i sendiri menegaskan:

“Apabila kamu temui di dalam Kitabku apa yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah, maka berkatalah (ambil/peganglah) kamu dengan sunnah tersebut dan hendaklah kamu tinggalkan apa yang telah aku katakan.”

Pendapat Imam Syafi’i soal bi’dah yang baik itu, berdalil dengan perkataan Umar bin Al-Khothob ketika mengumpulkan orang-orang untuk melaksanakan shalat Tarawih berjamaah. Umar berkata, “Sebaik-baik bid’ah adalah ini.” (HR. Bukhari).

Menurut para ulama, shalat tarawih ala Umar bukanlah bid’ah secara syariat, karena Rasulullah pun pernah melakukan shalat tarawih secara berjama’ah pada awal Ramadhan selama dua atau tiga malam, sehingga yang dimaksudkan “bid’ah yang baik” dari perkataan Umar itu secara bahasa, dan bukan bid’ah secara syar’i.

Hadits-Hadits tentang Bid'ah

Hadits tentang bid'ah cukup banyak --menunjukkan betapa bid'ah dilarang dalam Islam.

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ


“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ


“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ


“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” (HR. An Nasa’i no. 1578)


أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ


“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. At Tirmidzi)


إِنَ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعْ بِدْعَتَهُ


“Sungguh Allah menghalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah sampai ia meninggalkan bid’ahnya” (HR. Ath Thabrani)


أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ

“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Lalu ditampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku’. Allah berfirman, ‘Engkau tidak tahu (bid’ah) yang mereka ada-adakan sepeninggalmu’ “ (HR. Bukhari).


إِنَّهُمْ مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى


“(Wahai Rabb), sungguh mereka bagian dari pengikutku. Lalu Allah berfirman, ‘Sungguh engkau tidak tahu bahwa sepeninggalmu mereka telah mengganti ajaranmu”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku sesudahku”(HR. Bukhari no. 7050).


انَّهُ سَيَلِي أَمْرَكُمْ مِنْ بَعْدِي رِجَالٌ يُطْفِئُونَ السُّنَّةَ ، وَيُحْدِثُونَ بِدْعَةً ، وَيُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا ” ، قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، كَيْفَ بِي إِذَا أَدْرَكْتُهُمْ ؟ قَالَ : ” لَيْسَ يَا ابْنَ أُمِّ عَبْدٍ طَاعَةٌ لِمَنْ عَصَى اللَّهَ ” ، قَالَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ


“Sungguh diantara perkara yang akan datang pada kalian sepeninggalku nanti, yaitu akan ada orang (pemimpin) yang mematikan sunnah dan membuat bid’ah. Mereka juga mengakhirkan shalat dari waktu sebenarnya’. Ibnu Mas’ud lalu bertanya: ‘apa yang mesti kami perbuat jika kami menemui mereka?’. Nabi bersabda: ‘Wahai anak Adam, tidak ada ketaatan pada orang yang bermaksiat pada Allah'”. Beliau mengatakannya 3 kali. (HR. Ahmad no.3659, Ibnu Majah no.2860)

إِنَّهُ مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِي قَدْ أُمِيتَتْ بَعْدِي فَإِنَّ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلَ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا ، وَمَنِ ابْتَدَعَ بِدْعَةَ ضَلَالَةٍ لَا يَرْضَاهَا اللَّهَ وَرَسُولَهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَوْزَارِ النَّاسِ شَيْئًا

“Barangsiapa yang sepeninggalku menghidupkan sebuah sunnah yang aku ajarkan, maka ia akan mendapatkan pahala semisal dengan pahala orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Barangsiapa yang membuat sebuah bid’ah dhalalah yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan dosa semisal dengan dosa orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun” (HR. Tirmidzi no.2677).

Bi'dah Sulit Diberantas

Bid'ah di kalangan umat sulit diberantas karena ahli bid'ah (pelaku bid'ah) merasa atau menganggap yang dilakukannya adalah benar dan baik. 

Akibatnya, ketika diberi tahu atau dikoreksi bahwa yang dilakukannya bid'ah, mereka akan "melawan" dan "berdebat".

Memberantas bid'ah, dengan demikian, lebih sulit ketimbang memberantas kemaksiatan, karena pelaku maksiat sebenarnya menyadari bahwa yang dilakukannya salah, sedangkan ahli bid'ah merasa yang dilakukannya benar. Bagaimana mungkin bisa menasihati orang yang merasa benar?

Demikian ulasan tentang pengertian bid'ah. Wallahu a'lam bish-shawab. (www.risalahislam.com).*

1 Comments

  1. Ga ada referensi kitabnya dari mana shahih atau engganya,
    Bagaimana kita mau merujuk ke shahihannya?

    ReplyDelete

Post a Comment

Post a Comment

Previous Post Next Post