Syarat Khotib & Rukun Khotbah Jumat

 Syarat Khotib & Rukun Khotbah Jumat
Siapa yang berhak menjadi khotib atau menyampaikan khutbah (khotbah) Jumat? Apa saja syarat jadi imam & khotib? Apa saja rukun khotbah Jumat?

KHOTBAH Jumat merupakan bagian dari prosesi atau rituah shalat Jumat. Khutbah Jumat "seolah-olah" sebagai pengganti dua rakaat shalat zhuhur karena shalat Jumatnya sendiri hanya dua rakaat.

Dalam bahasa Indonesia, khotbah artinya pidato (terutama yang menguraikan ajaran agama). Berkhotbah artinya berpidato (tentang ajaran agama dsb). Khotib --atau khatib (kata baku) artinya orang yang menyampaikan khotbah (pada waktu shalat Jumat dsb) (KBBI).

Menurut kamus bahasa Arab, kata khotbah berasal dari bahasa Arab, “khutbah” (خطبة) dan merupakan kata dasar (masdar) dari kata kerja (خطب-يخطب) yang artinya pidato atau ceramah.

Syarat Jadi Khatib Jumat

Syarat jadi khotib identik dengan syarat jadi imam shalat. Apalagi biasanya khotib Jumat juga bertindak sebagai imam shalat Jumat.

Maka, para ulama pun menerangkan syarat khotib Jumat mengacu pada syarat jadi imam, antara lain sudah akil baligh (dewasa) dan fasih membaca Al-Quran.

Selain itu, salah satu rukun khotbah Jumat adalah memberi nasihat atau wasiat takwa atau pemberian basyira wa nadzira (menyampaikan kabar gembira dan peringatan), maka khotib Jumat mestilah orang yang memiliki pengetahuan luas, khususnya dalam masalah keislaman.

Khotib Jumat hendaknya juga mampu menjadi penyemangat jamaah (umat Islam), sebagaimana dilaksanakan oleh Rasulullah Saw.

"Jabir bin Abdullah menyampaikan bahwa Rasulullah saw jika berkhotbah, kedua matanya memerah, suaranya keras, dan semangatnya bangkit bagaikan seorang komandan perang yang mengatakan akan datangnya musuh di pagi hari atau sore hari" (HR Muslim, Nasa’i, Abu Daud, dan Ahmad).

Syarat Khotbah Jumat 

Dari berbagai literatur bisa disimpulkan syarat Khotbah Jumat sebagai berikut:
  1. Dilaksanakan sebelum shalat Jumat.
  2. Disampaikan dalam bahasa Arab (versi Imam Ahmad dan Malik).
  3. Boleh disampaikan dalam bahasa setempat atau yang dipahami oleh jamaah Jumat (Abu Hanifah, Imam Syafi'i).
  4. Dilaksanakan setelah masuk waktu Jumat (waktu Zhuhur)
  5. Khatib mengeraskan suara --dapat didengar oleh sedikitnnya 40 orang yang hadir. 
  6. Antara khotbah dan sholat tidak berlangsung lama.

Rukun Khutbah Jumat

  1. Membaca Hamdalah (pujian kepada Allah SWT) pada kedua khotbah
  2. Membaca Shalawat kepada Nabi Muhammad Saw pada kedua khutbah
  3. Menyampaikan nasihat/wasiat takwa pada kedua khutbah 
  4. Membaca ayat Al-Quran pada salah satu khotbah 
  5. Membaca doa untuk kaum muslimin, khususnya pada khotbah kedua.

Tata Cara Khotbah Jumat: Ringkas!

  1. Disyaratkan berdiri bila mampu. "Rasulullah SAW berkhotbah dengan berdiri kemudian duduk kemudian berdiri dan berkhotbah dengan berdiri. Siapa saja yang memberitakan kepadamu kalau beliau berkhotbah dengan duduk, sesungguhnya dia telah berdusta. Sungguh, aku telah shalat bersama beliau lebih dari dua ribu kali.” (HR Muslim).
  2. Naik Mimbar dan Memberi Salam. Dari Jabir ra.: “Sesungguhnya Nabi SAW. apabila telah naik mimbar, (beliau) memberi salam”. (HR. Ibnu Majah).
  3. Bersemangat & Bersuara Lantang. Diriwayatkan dari Jabir RA, bahwa jika Rasulullah berkhutbah, kedua matanya memerah, suaranya keras, dan nampak sangat marah, sampai beliau seperti orang yang sedang menghasungkan pasukan (untuk berperang) (HR. Muslim dan Ibnu Majah).
  4. Ringkas! Gak pake lama :)
Adab Khotbah Jumat yang keempat ini, ringkas/singkat, harus mendapatkan perhatian khusus pula bagi para khotib. Ini dalilnya:

"Sesungguhnya lamanya shalat seseorang dan singkatnya khotbah itu adalah membuktikan mahirnya agama (kealiman) seseorang. Oleh karena itu, perpanjanglah shalat dan persingkatlah khotbah” (HR. Muslim).

“Nabi Saw tidak memanjangkan nasihatnya pada hari Jumat. Beliau hanya memberikan amanah-amanah yang singkat dan ringkas” (H.R. Abu Dawud).

Syarat Imam Shalat Jumat

Syarat-syarat imam shalat, termasuk shalat Jumat, disbeutkan dalam hadis riwayat Ahmad dan Muslim. Dari Ibnu Mas’ud, disebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda:

"Hendaklah yang menjadi imam bagi suatu kaum adalah mereka yang lebih pandai dalam bacaan Al-Quran. Jika dalam hal ini mereka sepadan, didahulukan yang lebih pandai dalam hal sunnah. Jika kemampuan mereka dalam hal sunnah sama, dahulukanlah yang lebih dulu hijrah dan jika hijrahnya juga sama, dahulukan yang lebih dulu masuk islam atau yang lebih tua usianya” (HR Muslim, Turmudzi, Naza’i, Abu Daud, dan Ahmad).

Dalam Fiqhus Sunnah karya Sayyid Sabiq dijelaskan, anak yang sudah mumayyiz pun sah menjadi imam, orang yang musafir sah mengimami orang mukmim, orang yang mempunyai kedudukan rendah di masyarakat juga sah mengimami orang mempunyai status sosial yang lebih tinggi.

Dalam sejarah, ‘Amar bin Salamah pernah menjadi imam bagi kaumnya, padahal ia masih berumur 6 tahun. Rasulullah Saw bahkan pernah menjadi makmum Abu Bakar. 

"Rasulullah pada waktu sakit menyuruh Abu Bakar untuk shalat bersama orang-orang (menjadi imam), kemudian Abu Bakar salat bersama mereka. ‘Urwah berkata, “Karena Rasulullah merasa badannya agak ringan, kemudian beliau keluar untuk salat. Pada waktu Abu Bakar akan mengimami salat. Tatkala Abu Bakar melihat Rasulullah, dia memperlambat salatnya, kemudian Rasulullah saw memberi isyarat agar Abu Bakar tetap menjadi imam dan Rasulullah duduk di sebelahnya. Abu Bakar salat bersama Rasulullah dan orang-orang pun shalat di belakang Abu Bakar.” (HR Bukhari, Muslim, Turmudzi, Ibnu Majah, dan Ahmad). 

Akil baligh dan fasih membaca Al-Quran menjadi syarat utama imam shalat, sebagaimana hadits:

"Apabila mereka bertiga hendaknya salah satu di antaranya menjadi imam, dan yang paling berhak menjadi imam adalah yang paling pandai membaca Al-Qur an” (HR Muslim, Nasa’i, dan Ahmad).

Demikian bahasan ringkas tentang  Syarat Khotib & Rukun Khotbah Jumat. Semoga bermanfaat. Wasalam. (www.risalahislam.com).*

--- Sumber: Fiqh Us Sunnah - by Sayyid Sabiq, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Panduan Shalat Lengkap karya Imam Syafi'i, Panduan Shalat Lengkap karya Dr. Said bin Ali bin Wahaf Al Qahthani.

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post