Hikmah Ibadah Kurban

Ibadah kurban mempunyai hikmah untuk membersihkan hati agar menjadi lahan yang subur untuk tumbuhnya iman dan takwa.

Hikmah Ibadah Kurban

Kurban adalah suatu amalan yang disyariatkan Islam pada tahun kedua hijriyah. Allah SWT mensyari’atkannya melalui surat Al-Kautsar (QS. 108:1-2).


“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!”

Mayoritas ulama menyatakan Sunnah Muakkadah, sunnah yang sangat dianjurkan.

Tiga hal yang merupakan kewajiban atasku dan sunnah atas kalian adalah shalat witir, nahr (qurban), dan shala dhuha.” (HR. Ahmad, Hakim, dan Daruquthni). 

Barangsiapa yang memiliki kelonggaran dan tidak mau berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Kurban adalah amalan yang paling dicintai Allah SWT pada saat Idul Adha.

Tidak ada suatu amal anak Adam pada hari raya qurban yang lebih dicintai Allah selain menyembelih hewan qurban.” (HR. Tirmidzi). 

Menyembelih hewan pada hari raya qurban, aqiqah (setelah mendapat anak), dan hadyu (ketika haji), lebih utama daripada shadaqah yang nilainya sama.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi).

Manfaat Kurban

1. Menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim a.s.
2. Mendidik jiwa ke arah taqwa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
3. Mengikis sifat tamak (serakah) dan mewujudkan sifat murah hati.
4. Menghapuskan dosa dan mengharap keridhaan Allah SWT.
5. Menjalinkan hubungan kasih sayang sesama manusia.

Inti ibadah kurban adalah nilai pengorbanan, keikhlasan, dan ketulusan,  perhatian, kepedulian, empati, dan solidaritas sosial.

Besarnya pahala, berkah, dan hikmah kurban menjadikan para sahabat Nabi Saw saling berlomba memilih jenis hewan kurban terbaik dan termahal, seperti onta, dari jenis binatang yang sehat dan gemuk.

Ibnu 'Umar ra meriwayatkan: "Umar bin Khathab pernah memberikan uang sebanyak 350 dinar untuk membeli hewan kurbannya dan menyuruh untuk dibagi pada kaum miskin.

Kurban adalah syi’ar keluhuran dan keagungan Islam. Semua agama punya syi'ar, tapi tidak seindah dan seluhur syi'ar Islam.

Syi'ar Kurban bukan ajang pamer kekayaan dan kemewahan, melainkan kebanggaan dan keunggulan beribadah yang ditujukan hanya untuk Allah SWT.

Niat ibadah kurban itu hanya untuk Allah semata (fashalli lirabbika wanhar, maka shalatlah dan berkurbanlah –QS. Al-Kautsar). Kurban tidak boleh disertai kepentingan lain, harus hanya karena Allah SWT saja yang tercermin dalam salah satu do'a kurban:

"Bismillâhi wallâhu akbar, allâhuma minka walaka" --dengan nama Allah dan Allah Maha besar. Ya Allah ini dari-Mu dan hanya untuk-Mu."

Imam Ibnu Katsir berkata: "Ibadah kurban ini disyari'atkan, yaitu hadyu bagi jama'ah haji (tamattu' dan qiran, pent) dan udlhiyah bagi yang tidak naik haji, di antara manfaatnya supaya kita dapat menyebut asma Allah terutama saat menyembelih binatang kurban itu (aspek tauhid).

Allah SWT adalah  Ar Razzaq. Karenanya, Al-Qur'an nyatakan, yang sampai bukan daging maupun darahnya, sebab Allah Ta'ala Maha Kaya.

Dalam Shahih Muslim (No.2564) Nabi Saw bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk tubuh dan kepada kekayaan kalian. Allah hanya melihat pada hati dan amal kalian." (Tafsir Imam Ibnu Katsir. Juz 5:427-431).

Al-Ihsan Fil-Udlhiyah. Dalam praktek penyembelihan kurban ada tujuan ihsan, antara lain dengan menyayangi binatang, seperti dalam hadits Syaddab bin Aus Al Anshari ra  Shahih Muslim, 3:1548, Nabi Saw menyuruh untuk berlaku ihsan terhadap semua makhluk Allah, yang hidup maupun yang sudah mati, manusia maupun binatang. Tukang potong tidak boleh menakut-nakuti hewan sembelihan, pisaunya harus tajam, tidak boleh menyakiti hewan Qurban dengan mengambil sebagian dari dagingnya sebelum disembelih, sembelihlah binatang itu dengan baik.

Idzhârul manâfi' duniawiyah wal ukhrawiyah, yakni tujuan menampakkan manfaat duniawi dan ukhrawi dari inti-inti ajaran Islam, seperti tujuan kesehatan pada menyedekahkan dagingnya, tujuan ekonomi pada pembelian hewan, tujuan budaya pada kedatangannya setiap tahun, tujuan sosial pada berhimpunnya banyak jama'ah saat penyembelihan dan pembagian dagingnya, dan sebagainya.

Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Fatawa Juz 25:298, menyatakan, menjamu orang (tamu) dengan daging kurban adalah syi'ar, karena makan daging kurban adalah sunnah, sebagaimana  Nabi Saw melakukannya.

I’tibar, Hikmah Ibadah Kurban


Al Qur'an menyatakan , dalam syari'at kurban ini terkandung banyak kebaikan (lakum fiyha khayrun, al Hajj:36), yaitu :

(1.) Pada sisi binatangnya, bisa  menjadi media tontonan dan hiburan seperti kita saksikan di kebun binatang (fahum lahâ mâlikûn,Yasin:71), bisa menjadi  kendaraan bisa juga menjadi makanan, minuman, dan kepentingan hidup lainnya, Yasin:72.

(2.) Pada sisi tarbiyah, ada banyak binatang yang Allah jadikan sebagai materi ajar, seperti terhadap onta bagaimana dia diciptakan (Al-Ghasyiyah:17), bagaimana tidak mungkinnya onta masuk lubang jarum  sebagai   permisalan  bagi  orang kafir yang mustahil masuk syurga.

Pada zaman kekhalifahan Islam, binatang-binatang ini berfungsi menjadi kadar gaji para pejabat Negara selain ukuran kadar emas dan perak. Pahala orang yang datang pada shalat Jum'at diukur berdasarkan tingkatan onta, sapi, kambing, ayam dan telor.

(3.) Pada sisi 'ubudiyah, binatang dapat dijadikan hadyu bagi jama'ah haji Tamattu' dan Qiran, bisa menjadi kompensasi tebusan Dam Kaffarah, bisa menjadi persembahan 'aqiqah untuk anak, dan dijadikan perantaraan   mendapatkan  ridha  Allah pada qurban Udlhiyah Idul Adha, baik secara sendiri-sendiri, korban kolektif maupun seisi rumah setiap tahun.

Binatang kurban berfungsi sebagai syi'ar yang mendekatkan hubungan orang tua dan anak, tetangga, kerabat, profesi bahkan hubungan antara penganut agama.

(4.) Pada sisi 'aqidah, dengan menyembelih hewan sembelihan; baik yang wajib, nadzar maupun sunnah, kita sesering mungkin menyebut asma Allah sambil mengenang jejak sejarah anak Nabi Adam as dan napak tilas nilai perjuangan dan pengorbanan Nabi Ibrahim as dengan isteri dan anaknya, sekaligus nilai sejarah Masy'aril Haram dari 'Arafah, Mudzdalifah, Mina dan tempat bersejarah lainnya. (Sumber: Majlis Fatwa Dewan Da'wah).*



Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post