Narsis & Selfie di Media Sosial Bisa Suburkan Riya' & Ujub

Narsis & Selfie di Media Sosial Bisa Suburkan Riya' & Ujub
Waspadalah, Narsis & Selfie bisa berbuah Riya' & Ujub.

MEDIA
Sosial --khususnya Facebook-- selain memiliki sisi positif, juga memikiki dampak negatif. Salah satu "sisi gelap" Facebook dan sosmed lainnya itu adalah menyuburkan sikap Riya' (ingin dipuji orang lain) dan Ujub (berbangga diri).

Indikatornya adalah populernya istilah dan perilaku Narsis & Selfie

Narsis atau Narsisisme (dari bahasa Inggris) atau narsisme (dari bahasa Belanda) adalah perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan.

Selfie (Indonesia: Swafoto) atau foto narsisis adalah jenis foto potret diri yang diambil sendiri dengan menggunakankamera digital atau telepon kamera. (Wikipedia).

Riya' & Ujub termasuk perbuatan yang dilarang dalam Islam dan wajib dijauhi setiap Muslim. Keduanya termasuk akhlak tercela (akhlaqul madzmumah).

Dalam tulisan sebelumnya kita sudah membahas tentang fenomena Doa & Curhat di Facebook, Pamer Kebaikan di Medsos, dan Facebook Bisa Hapus Pahala Kebaikan.

Kali ini kita ulas "sedikit lebih dalam" tentang makna Riya' & Ujub yang juga menjadi fenomena tersendiri di kalangan pengguna media sosial, terutama Facebook.

Lain kali kita kupas juga soal bahaya medsos lainnya, seperti menyuburkan Fitnah & Ghibah. Insya Allah di postingan berikutnya --silakan jika Anda akan menuliskannya buat Risalah Islam.

Banyak Facebooker mengupdate status habis buka puasa sunah, misalnya, atau mempublikasikan amal ibadah/kebaikan lainnya. Tidak sedikit pula user medsos yang pamer kekayaan (rumah, mobil, HP, dll) dan ini potensial menjadi sikap 'Ujub.

PENGERTIAN RIYA'
Dari berbagai literatur, termasuk Ensiklopedia Islam, kita menemukan arti Riya' adalah memperlihatkan suatu amal kebaikan kepada sesama manusia dan/atau melakukan ibadah atau kebaikan dengan disertai niat ingin dipuji manusia --tidak ikhlas berniat semata-mata karena Allah SWT.

Pengertian Riya' menurut ulama:
  • Riya’ ialah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu (Ibnu Hajar al-Asqolani, Fathul Baari).
  • Riya’ adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan. (Imam Al-Ghazali, Ihya' 'Ulumuddin)
Dengan demikian, Riya’ adalah melakukan amal kebaikan bukan karena niat ibadah kepada Allah, melainkan demi manusia, dengan cara memperlihatkan amal kebaikannya kepada orang lain supaya mendapat pujian atau penghargaan, dengan harapan agar orang lain memberikan pujian atau penghormatan kepadanya.

"Siapa orang yang berpuasa hanya ingin di lihat orang maka itu adalah riya’, siapa orang yang sholat hanya ingin di lihat orang maka itu adalah riya’, dan barangsiapa yang bersedekah hanya ingin di lihat orang maka itu adalah riya’. (HR. Ahmad).

Dalam QS. Asy-Syuura:20, Allah SWT menjelaskan, perbuatan Riya' akan menghapus amal kebaikan. Pahala amal ibadah musnah karena digantikan oleh pujuan/penghormatan manusia.

“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya, dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat”.

Rasulullah Saw menyatakan, Riya' termasuk syirik kecil, yaitu perbuatan menyekutukan Allah SWT.

"Sesuatu yang paling aku khawatirkan terhadapmu ialah syirik kecil, lalu ditanya oleh sahabat, apakah syirik kecil itu ya Rasulullah? Kemudian baginda bersabda: itulah Riya’. (HR. Ahmad dan Baihaqi).

"Wahai sekalian manusia, jauhilah kesyirikan yang tersembunyi!” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa itu syirik yang tersembunyi?” Beliau menjawab, “Seseorang bangkit melakukan sholat kemudian dia bersungguh-sungguh memperindah sholatnya karena dilihat manusia.
Itulah yang disebut dengan syirik yang tersembunyi.”
[HR. Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi]

PENGERTIAN 'UJUB
Ujub adalah membanggakan diri, takjub, atau berbangga diri, baik muncul dalam hati saja, maupun menunjukkannya kepada orang lain.

Imam Ghazali dalam Ihya 'Ulumuddin mengutip hadits: “Tiga perkara yang membinasakan yaitu: kikir yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan kekaguman (takjub) seseorang kepada dirinya sendiri (‘Ujub)” (HR. Imam Tabrani).

Imam Syafi’i mengatakan: “Barangsiapa yang mengangkat-angkat diri sendiri secara berlebihan, niscaya Allah SWT akan menjatuhkan martabatnya.”

Sufyan Ats-Tsauri meringkas makna ‘ujub sebagai berikut: 

"Yaitu perasaan takjub terhadap diri sendiri hingga seolah-olah dirinyalah yang paling utama daripada yang lain. Padahal boleh jadi ia tidak dapat beramal sebagus amal saudaranya itu dan boleh jadi saudaranya itu lebih wara’dari perkara haram dan lebih suci jiwanya ketimbang dirinya”.

Dalam Risalah Islam, istilah yang semakna dengan Ujub adalah Ghuhur, yakni bangga terhadap diri sendiri serta menganggap rendah orang lain.

Tingkatan Ujub & Ghurur tertinggi adalah Takabur (Sombong), yakni menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.

Ibnul Qayyim berkata : "Sesungguhnya hati manusia dihadapi oleh dua macam penyakit yang amat besar jika orang itu tidak menyadari adanya kedua penyakit itu akan melemparkan dirinya kedalam kehancuran dan itu adalah pasti, kedua penyakit itu adalah riya dan takabur, maka obat dari pada riya adalah : (Hanya kepada-Mu kami menyembah) dan obat dari penyakit takabur adalah : (Hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan)".

Semoga kita diberi kekuatan oleh Allah SWT untuk menjauhi Riya', 'Ujub, Ghurur, dan Takabur, termasuk melakukannya di Facebook dan media sosial lain. Amin...!

Mari manfaatkan media sosial untuk hal positif seperti berbagi informasi, inspirasi, tausiyah dalam kebenaran dan kesabaran, silaturahmi, BUKAN untuk menumbuhsuburkan sifat tercela berupa Riya & Ujub itu. Wasalam. (www.risalahislam.com).*

Sumber: Al-Quran dan Terjemahannya, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Ihya 'Ulumuddin, Ensiklopedia Islam (Penerbit: Ichtiar Baru van Hoeve), dll.

1 Comments

  1. Assalamu'alaikum mas. Mari berbicara tentang UJUB, yakni bangga terhadap diri sendiri serta menganggap rendah orang lain.

    Sudah beberapa kali teman saya mengajak saya untuk melakukan hal yang tidak baik, sedangkan saya selalu menolak ajakan yang tidak baik tersebut. Lantas, saya bangga kepada diri sendiri, tapi TIDAK menganggap rendah orang lain. Bagaimana pandangan hukumnya?

    Hal ini sering saya lakukan, yakni menolak ajakan yang tidak baik lalu merasa bangga terhadap diri sendiri sebagai rasa syukur karena mampu menolak ajakan yang menurut saya SULIT untuk DITOLAK. Pada dasarnya, prinsip hidup saya kuat : jika tidak maka akan selalu tidak.

    Mohon dijawab pertanyaan saya, terima kasih :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Post a Comment

Previous Post Next Post