Bacaan Imam Shalat Berjamaah Harus Ringan & Pendek

Bacaan Imam Shalat Berjamaah Harus Ringan & Pendek
Bacaan Imam dalam Shalat Berjamaah Harus Ringan, pendek, tidak panjang (lama).

Shalat harus terasa ringan bagi jamaah. Bacaan imam dalam shalat berjamaah pendek saja. Ini perintah Rasulullah Saw.

Jangan sampai jamaah merasakan shalat berjamaah itu berat, karena panjangnya bacaan imam. Imam harus meringankan bacaannya (takhfif).

Lagi pula, bacaan Al-Quran setelah Al-Fatihah itu hukmnya sunah, tidak wajib.


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:إِذَا أَمَّ أَحَدُكُمْ النَّاسَ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ فِيهِمْ الصَّغِيرَ وَالْكَبِيرَ وَالضَّعِيفَ وَالْمَرِيض فَإِذَا صَلَّى وَحْدَهُ فَلْيُصَلِّ كَيْفَ شَاءَ.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Apabila  salah seorang dalam kalangan kamu mengimamkan shalat, maka ringankanlah shalat (tersebut) karena dalam jama’ah tersebut ada golongan  kanak-kanak, orang tua, orang yang lemah dan sakit. Sekiranya shalat  bersendirian maka silahkan panjangkan bacaan menurut yang dikehendakinya.” (HR. Bukhari).


عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ  إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ  اللَّهِ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَتَأَخَّرُ عَنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ مِمَّا يُطِيلُ بِنَا فِيهَا فُلَانٌ فَمَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ  عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ غَضَبًا فِي مَوْعِظَةٍ مِنْهُ يَوْمَئِذٍ  فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ مِنْكُمْ مُنَفِّرِينَ فَمَنْ صَلَّى  بِالنَّاسِ فَلْيَتَجَوَّزْ فَإِنَّ فِيهِمْ الْكَبِيرَ وَالضَّعِيفَ وَذَ  الْحَاجَةِ

Dari Abu Mas’ud Al Anshari ia berkata, “Seorang laki-laki datang  kepada Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya tidak jadi ikut melaksanakan shalat Subuh karena lamanya shalat yang dilakukan oleh Fulan bersama kami.” Maka saya tidak  pernah melihat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam marah melebihi kemarahannya pada saat itu ketika sedang memberikan nasihat. Beliau bersabda: “Wahai manusia, sesungguhnya di antara kalian ada orang-orang yang membuat lari orang lain, maka barangsiapa sholat bersama manusia  (sebagai Imam), maka hendaknya ia meringankannya. Sebab di antara mereka  ada orang yang telah tua, orang lemah, dan orang yang memiliki  keperluan.” (HR. Ad Darimi).

Dari Anas bin Malik berkata:

مَا صَلَّيْتُ وَرَاءَ إِمَامٍ قَطُّ أَخَفَّ صَلَاةً وَلَا  أَتَمَّ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنْ كَانَ لَيَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَيُخَفِّفُ مَخَافَةَ أَنْ تُفْتَنَ أُمُّهُ

"Aku tidak pernah shalat bersama seorang imam pun yang lebih pendek dan lebih sempurna shalatnya daripada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Jika Baginda mendengar tangisan bayi, maka dia akan  meringankan shalat kerana takut akan menimbulkan fitnah terhadap ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa yang dicontohkan Rasulullah Saw tidak hanya memendekkan shalat ketika menjadi imam, tetapi juga menyempurnakannya.

Inilah maksud hadits yang diinginkan,  karena demikianlah Rasulullah Saw menerangkan  sabdanya dengan praktik secara langsung yang dilihat oleh para sahabat  setiap hari.

Para imam shalat perlu menyadari, shalat berjamaah yang sempurna ialah shalat jamaah yang tidak memberatkan para jama’ah sehingga menarik hati para jemaah untuk terus memakmurkan rumah Allah dengan hati yang tenang, senang, dan memudahkan.

‘Umar bin al-Khattab Radhiallahu Anhu juga turut mengingatkan imam  agar tidak menimbulkan kemarahan para jamaah.

Peringatan ‘Umar ini  diriwayatkan oleh al-Bayhaqi dalam al-Sha‘ab dengan isnad yang sahih.

لَا تُبَغِّضُوْا إِلَى اللَّهِ عِبَادَهُ يَكُونُ أَحَدُكُمْ  إِمَامًا فَيُطَوِّلُ عَلَى الْقَوْمِ الصَّلَاة حَتَّى يُبَغِّضَ إِلَيْهِمْ مَا هُمْ فِيْهِ

“Jangan kamu membuat seorang hamba itu marah terhadap Allah dengan sebab tindakan kamu memanjangkan bacaan ketika mengimamkan shalat.”

Imam Nawawi berkata, “Makna hadis ini sangat jelas, yaitu seorang imam diperintahkan untuk memendekkan shalatnya tetapi tidak mengurangi sunah Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak mengurangi maksud-maksud shalat.” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim)

Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Para ahlul ilmi mengatakan, yang dianjurkan ketika shalat shubuh adalah membaca thiwalul mufashol, dalam shalat Maghrib membaca qishorul mufashol, dan shalat lainnya (zuhur, ashar, dan isya) membaca awashitul mufashol

Thiwalul mufashol adalah dimulai dari surat Qaf sampai dengan surat An-Naba. Qishorul mufashol adalah dimulai dari surat Adh-Duha sampai dengan akhir Al-Quran (An-Nas). Awashitul mufashol adalah dimulai dari surat An-Naba sampai dengan Adh-Dhuha. Inilah yang biasa dilakukan Nabi Saw. Boleh juga kadang-kadang membaca thiwalul mufashol ketika shalat Maghrib, sebagaimana Nabi Saw kadang-kadang membacanya pada shalat Maghrib.” (Liqo’ al-Bab al-Maftuh).
Demikian Bacaan Imam Shalat Berjamaah Harus Ringan & Pendek. Bacaan Panjang hanya dalam Shalat Sendirian. Wallahu a'lam bish-shawab. (www.risalahislam.com).*

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post