Tagar Stop Bayar Pajak Trending, Ini Hukum Pajak Menurut Islam

Bagaimana hukum pajak menurut Islam? Ada dua pendapat, pajak dalam Islam hukumnya haram dan ada pula ulama yang membolehkan dengan syarat tertentu.


Tagar Stop Bayar Pajak Trending, Ini Hukum Pajak Menurut Islam

Tagar #StopBayarPajak trending topics di Twitter, Ahad (17/7/2022). Pemicunya banyaknya kasus korupsi dan fasilitas mewah pejabat negara, juga kian banyaknya pajak yang dipungut pemerintah.

Seruan berhenti membayar pajak juga dimaksudkan agar negara mampu mandiri dengan utangnya. Apalagi utang-utang itu guna pembiayaan proyek mercusuar rezim yang tidak berpihak pada masyarakat banyak, khususnya rakyat kecil.

Bukan kali ini saja tagar ini trending. Diberitakan BBC, tagar #StopBayarPajak juga pernah trending tahun 2016 di Twitter di Indonesia, sebagai wujud protes terhadap kebijakan amnesti (pengampunan) pajak

Akun anonim @Restyies yang memiliki tidak kurang 13 ribu pengikut berkicau bahwa amnesti pajak yang semula ditujukan untuk membawa pulang dana milik wajib pajak dan pengemplang pajak Indonesia yang disimpan di luar negeri, ‘mulai menarget rakyat kecil’.

Hukum Pajak Menurut Islam I: Haram

Sebuah hadits shahih menegaskan keharaman pajak dalam Islam. "Tidak masuk surga para penarik pajak" (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Ulama seperti Al Mawardi dan Abu Ya'la dengan tegas mengharamkan negara menarik pajak dari rakyatnya. Dalil pendapat yang mengharamkan adalah firman Allah,

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil" (QS An-Nisaa:29).

Pajak juga tidak pernah diterapkan para sahabat Nabi saw yang menjadi penguasa atau khalifah di masa-masa keemasan Islam. Menarik pajak adalah suatu kebijakan yang tidak dicontohkan Nabi Saw dan para sahabat.

Menurut Imam Ibnu Hazm, hukum membayar pajak merupakan perbuatan yang zdalim apabila dilaksanakan kepada kaum muslim dan hukum fikihnya adalah haram.

Hukum Pajak Menurut Islam I: Boleh Bersyarat

Namun, ada juga ulama yang berpendapat pajak dalam Islam dibolehkan, denan syarat tertentu.

Ulama yang membolehkan pemerintah menarik pajak dalam kondisi dan syarat tertentu di antaranya, Al Juwaini, Syatibi, ulama Andalus, dan ulama mazhab Hanafi dan Ibnu Taimiyah.

Syaratnya:

1. Ada (hajah) kebutuhan riil suatu negara yang mendesak, seperti menghadapi musuh yang hendak menyerang. Ibnu Abidin berkata, "Pemerintah boleh menarik pajak jika ada maslahat untuk warganya".

2. Pemasukan negara dari jizyah, kharaj dan lain-lain tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan pokok negara. Dengan kata lain kas baitul maal kosong. Ibnu al Arabi berkata, "Kas negara habis dan kosong".

3. Bermusyawarah dengan ahlul hilli walaqdi (para tokoh agama). Ibnu Al Arabi berkata, "Tidak halal mengambil harta warga negaranya kecuali untuk kebutuhan mendesak dengan cara adil dan dengan musyawarah kepada para ulama".

4. Ditarik dengan cara yang adil dengan hanya mewajibkan pada harta orang yang kaya dan mampu. Al Haitami berkata, "Menolak mudharat umat merupakan tanggung jawab bagi orang yang mampu, yaitu orang yang memiIIiki kelebihan harta setelah dikeluarkan kebutuhan pokoknya" (Tuhfat Muhtaj).

5. Pendistribusian pajak yang ditarik untuk kepentingan yang telah ditujukan. Tidak boleh didistribusikan untuk hal yang bersifat mewah.

6. Adanya kebutuhan yang mendesak.

Jika kebutuhan tersebut telah terpenuhi maka pajak tidak boleh lagi ditarik. Dengan kata lain penerapan pajak bersifat sementara dan bukan menjadi pemasukan tetap sebuah negara. Syatibi berkata, "Pajak ditarik atas dasar darurat dan diukur seperlunya. jika darurat telah hilang maka pajak pun mesti dihapuskan".

Ulama kontempoter asal Mesir, Syekh Yusuf Qardhawi, juga membolehkan pajak dengan syarat tertentu.

Menurut Qardhawi, pajak diperbolehkan guna memenuhi kebutuhan pengeluaran negara. Dalil-dalil tentang membayar pajak, menurut Syekh Qhardawi, berlandaskan Al-Qur-an Surah At-Taubah ayat 41 yang mengqiyaskan pajak dengan sedekah harta.

Jadi, menurut Qaradhawi, pajak itu sedekahnya rakyat kepada pemerintah.

Dalam Islam, kas negara itu disebut Baitul Mal. Jika Baitul Mal kosong, maka kaum muslim sedekah seperti pajak, khusus bagi orang kaya.

Abu Hamid al-Ghazali dalam al-Mustashfa dan asy-Syatibhi dalam al-I’tisham mengemukakan, jika kas Bait al-Maal kosong, sedangkan kebutuhan pasukan bertambah, maka imam (pemerintah) boleh menetapkan retribusi (pajak) yang sesuai atas orang-orang kaya.

Kesimpulan

Hukum pajak dalam Islam pada dasarnya adalah haram, jika pemerintah (negara) memiliki sumber dana seperti perusahan milik negara (BUMN) dan sejenisnya.

Namun, pajak dalam Islam dibolehkan jika kas negara benar-benar kosong dan ada kebutuhan mendesak, dengan catatan pajak hanya berlaku bagi orang-orang kaya.

Demikian hukum pajak menurut Islam. Wallahu a'lam bish-shawabi.

Sumber: Onesearch, ROL, Muslim

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post