Hukum Khuruj, Metode Dakwah Khas Jamaah Tabligh

Hukum Khuruj, Metode Dakwah Khas Jamaah Tabligh

Khuruj adalah metode dakwah yang dilakukan secara berpindah-pindah tempat yang dilakukan Jamaah Tabligh (JT). Berikut ini pengertian khuruj, hukum khuruj, kontroversinya, dan profil jamaah tabligh.

Pengertian Khuruj

Dikenal juga dengan istilah “Khuruj fi Sabilillah”, khuruj secara bahasa (Arab) artinya "keluar" (dari kata khoroja = keluar), yakni keluar rumah atau keluar wilayah menuju wilayan lain --untuk dakwah di daerah Orang lain.

Jamaah Tabligh yang khuruj biasanya membentuk kelompok yang terdiri dari 6, 9, hingga 12 orang. Mereka berdakwah keluar kampung halaman dan mendatangi umat Islam di daerah lain dengan "menumpang" nginap di masjid setempat.

Kelompok khuruj JT meninggalkan keluarga, pekerjaan, bisnis, studi, dan aktivitas duniawi lainnya.

Waktu khuruj mereka dilakukan selama 3 hari setiap bulan, 40 hari setiap tahun, atau 4 bulan sekali seumur hidup.

Khuruj yang dilakukan oleh para pegawai kantoran itu biasanya dimulai pada Jumat sore dan berakhir hingga Senin pagi sebelum masuk waktu jam kerja. Dengan cara seperti itu pekerjaan mereka di kantor tidak akan terganggu.

Selama khuruj, mereka melakukan iktikaf di masjid.

Sewaktu khuruj, para jamaah mengisi waktunya dengan taklim (membaca hadis atau kisah sahabat, biasanya dari kitab Fadhail Amal karya Maulana Zakaria), mengunjungi rumah-rumah di sekitar masjid tempat khuruj dengan tujuan mengajak kembali pada Islam yang kaffah, bayan, mudzakarah (menghafal) enam sifat sahabat, karkuzari (memberi laporan harian pada amir), dan musyawarah.

Selain itu mereka juga mengadakan malam Ijtima (berkumpul). Malam Ijtima ini biasanya hanya diadakan di markas-markas regional/daerah.

Malam Ijtima diisi dengan bayan (ceramah agama) oleh para ulama atau tamu dari luar negeri yang sedang khuruj di tempat itu.

Sekali dalam setahun, digelar Ijtima umum di markas nasional pusat, yang biasanya dihadiri oleh puluhan ribu umat Muslim dari seluruh pelosok daerah.

Sebelum kembali ke rumah masing-masing, jamaah yang khuruj diberikan wejangan terakhir yang dinamakan "bayan tangguh" atau wafsi.

Dalam bayan tersebut diterangkan bahwa selesainya khuruj kali ini bukan berarti ia telah berakhir, namun hanya ditangguhkan hingga khuruj berikutnya.

Hukum Khuruj

Dalam pandangan Jamaah Tabligh, hukum khuruj ini wajib bagi setiap manusia (keluar untuk berdakwah).

Menurut mereka, keharusan khuruj itu didasarkan pada satu hadits Nabi Saw yang termaktub dalam Riwayat Tirmidzi:

حدثنا إبراهيم بن يعقوب الجوزجاني حدثنا نعيم بن حماد حدثنا سفيان بن عيينة عن ابي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال إنكم في زمان من ترك منكم عشر ما أمر به هلك ثم يأتي زمان من عمل منكم بعشر ما أمر به نجا قال أبو عيسى هذا حديث غريب لا نعرفه إلا من حديث نعيم بن حماد عن سفيان

بن عيينة قال وفي الباب عن أبي ذر و أبي سعيد ضعيف

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya kalian berada pada zaman, yang jika di antara kalian meninggalkan sepersepuluh dari yang diperintah Allah, niscaya kalian binasa. Kemudian akan datang suatu zaman, siapa di antara mereka yang mengamalkan sepersepuluh dari apa yang diperintahkan, niscaya akan selamat.” (HR Tirmidzi).

Hadits tersebut dinilai sebagai hadits lemah (dho’if) karena adanya Nu’aim bin Hammâd seorang perawi yang lemah.

Al-Lajnah ad-Dâ’imah Lil Buhûts al-Ilmiyah wal Ifta (Komisi Fatwa ulama besar Saudi Arabia) melemahkan hadits ini seperti dalam buku Fatawa al-Lajnah ad-Da`imah 2/255.

Menurut pandangan Jamaah Tabligh, khuruj atau keluar untuk berdakwah itu merupakan zakat waktu. Jika sudah mencapai nishab, maka mereka diwajibkan untuk berdakwah atau dengan kata lain meluangkan waktu mereka untuk kepentingan agama dan berjuang di jalan Allah.

Adapun "nishab waktu" tersebut adalah 1, 5 jam untuk satu hari, 3 hari untuk satu bulan, 40 hari untuk satu tahun, dan jika memungkinkan 4 bulan untuk seumur hidup.

Namun, di luar jamaah tabligh, khuruj jamaah tabligh ini kontroverial, bahkan banyak orang menganggap khuruj sebagai bid’ah, tidak logis, dan konyol.

Ada yang menganggap kegiatan "ceramah" jamaah khuruj yang dilakukan tepat usai shalat berjamaah di masjid, mengganggu jamaah yang dzikir usai sholat, makmum yang tertinggal rakaat, atau jamaah lain yang baru datang dan hendak shalat.

Ulama asal Arab Saudi, Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah Bin Baz, pernah ditanya tentang hukum khuruj (keluar) bersama Jamaah Tabligh.

Ia menjawab: "Sesungguhnya Jamaah Tabligh, mereka tidak mempunyai ilmu dan pemahaman dalam masalah-masalah akidah, maka tidak boleh keluar (khuruj) bersama mereka, kecuali bagi orang yang memiliki ilmu dan pemahaman tentang akidah yang benar yang dipegang teguh oleh ahli sunnah wal jamaah, sehingga ia membimbing, dan menasehati mereka, serta bekerja sama dengan mereka dalam kebaikan, karena mereka gesit dalam beramal..."

Aktivitas jamaah tabligh saat khuruj antara lain membuat lingkaran di dalam mesjid pada setiap dua orang atau lebih, lalu mereka saling mengingat sepuluh surat terakhir dari Al-Qur'an, ber’itikaf tiap hari Kamis, membatasi hari untuk khuruj, yaitu tiga hari dalam satu bulan, empat puluh hari setiap tahun dan empat bulan seumur hidup, serta selalu doa berjamaah setiap setelah bayan (pelajaran).

Syeikh Bin Baz mengatakan, “Apa yang telah anda sebutkan dari perbuatan jamaah ini (Jamaah Tabligh) seluruhnya adalah bid’ah, maka tidak boleh ikut serta sama mereka, sampai mereka berpegang teguh dengan manhaj kitab dan sunnah serta meninggalkan bid’ah-bid’ah.”

Profil Jamaah Tabligh

Diringkas dari berbagai sumber, berikut ini profil singkat Jamaah Tabligh.

Secara harfiyah, jamaah tabligh artinya kumpulan orang yang menyampaikan, dalam hal ini menyampaikan dakawah. Jamaah = kumpulan. Tabligh = menyampaikan.

Jama’ah Tabligh didirikan pada akhir dekade 1920-an oleh ulama India yang bernama Muhammad Ilyas Kandhalawi (1885-1944) di Mewat, sebuah provinsi di India.

Ciri khas gerakan ini adalah sifatnya yang longgar, anti politik, senantiasa menghindari khilafiah, dan lebih menekankan kepada pelaksanaan ibadah, pembinaan akhlak, penguatan ukhuwah islamiah, sert penyebaran dakwah.

Nama Jama'ah Tabligh sendiri bukanlah nama resmi gerakan ini, tetapi adalah semacam "gelar" yang diberikan masyarakat umum.

Muhammad Ilyas mengatakan: “Seandainya aku harus memberikan nama pada usaha ini maka akan aku beri nama 'gerakan iman'.

Pada tahun 1921 Muhammad Ilyas memperkenalkan metode dakwah baru dengan cara berkeliling, mengorbankan waktu untuk berdakwah dari masjid ke masjid dan rumah ke rumah, yang saat ini lebih dikenal dengan khuruj.

Jamaah Tabligh mengklaim tidak menerima donasi dana dari mana pun untuk menjalankan aktivitasnya. Biaya operasional Tabligh dibiayai sendiri oleh pengikutnya.

Jamaah Tabligh saat ini dipandang sebagai kelompok dakwah Islam terbesar di dunia. Berawal dari inisiatif Syekh Maulana Ilyas al-Kandahlawi di India pada 1925 dan menyebar di negara-negara Asia Selatan, mereka kini dipandang sebagai kelompok dakwah terdepan dan paling banyak pengikutnya di dunia.

Markas internasional atau pusat Tabligh adalah di Nizzamudin, India. Setiap negara juga mempunyai markas pusat nasional, dari markas pusat dibagi markas-markas regional/daerah yang dipimpin oleh seorang Shura.

Kemudian dibagi lagi menjadi ratusan markas kecil yang disebut Halaqah. Kegiatan di Halaqah adalah musyawarah mingguan, dan sebulan sekali mereka khuruj selama tiga hari.

Gerakan Jama’ah Tabligh mulai masuk ke Indonesia sejak tahun 1952, namun baru berkembang pesat pada tahun 70-an.

Demikian ulasan tentang hukum khuruj, metode dakwah khas Jamaah Tabligh.

Sumber:
https://www.republika.co.id/berita/m61o4w/jamaah-tabligh-berdakwah-dengan-khuruj
https://almanhaj.or.id/1081-hukum-khuruj-keluar-bersama-jamaah-tabligh.html
https://www.unpad.ac.id/2019/02/mengungkap-makna-aktivitas-khuruj-dalam-islam/
http://digilib.uinsby.ac.id/10227/4/bab3.pdf

1 Comments

  1. Maaf, saya beri penjelasan yang benar. Saya sdh ikut JT sekitar 30 tahun, apa yang saya baca dalam tulisan ini tidak tepat seperti itu. Kita katakan anggota JT tidak memiliki ilmu. Saya tanyak beberapa pertanyaan terkait dgn itu : (1) Apa indikator seseorang sudah memilik ilmu dan tidak memiliki ilmu, (2) Sampai pada batas mana ilmu seseorang, sehingga org tsb dikatakan sdh memiliki ilmu atau belum memiliki ilmu, dan (3) Berapa orang JT yang pernah kita teliti, sehingga sah kita simpulkan bahwa orang dalam JT tidak ada ilmu. Kalau 3 pertanyaan ini tidak pernah dilakukan/diketahui jawabannya, maka akan sangat keliru menyimpulkan "anggota JT tidak ada ilmu". Saya sarankan dalam hidup kita coba selalu belajar melihat kebaikan, walaupun hanya satu kebaikan yang kita dapatkan...."

    ReplyDelete

Post a Comment

Post a Comment

Previous Post Next Post