Asal-Usul dan Pengertian Halal Bihalal

Asal-Usul dan Pengertian Halal Bihalal
Halal bihalal adalah kegiatan silaturahmi dan saling bermaafan. Saling memaafkan dan shilaturrahim merupakan bagian dari Risalah Islam dan tidak terbatas saat Idul Fitri.
 
USAI Idul Fitri, biasanya kita mengadakan halal bihalal. Apa makna, arti, atau pengertian halal bihalal dan bagaimana asal-usulnya?

Halalbihalal --sering ditulis halal bihalal-- adalah tradisi khas muslim Indonesia berupa acara saling memaafkan pada suasana hari lebaran atau idulfitri.

Pengertian Halal Bihalal

Kata Halalbihalal sudah dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dalam KBBI Daring disebutkan, halalhihalal artinya "hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang; silaturahmi (tali persahabatan/persaudaraan)".

Menurut pakar tafsir, Prof Dr Quraish Shihab, halal bihalal merupakan kata majemuk yang terdiri atas pengulangan kata bahasa Arab halal diapit satu kata penghubung ba (baca, bi) (Shihab, 1992).

Dikatakan, meski dari bahasa Arab, yakinlah, orang Arab sendiri tidak akan mengerti makna sebenarnya halal bihalal karena istilah halal bihalal bukan dari Al-Quran, Hadits, ataupun orang Arab, tetapi ungkapan khas dan kreativitas bangsa Indonesia. 

Meski “tidak jelas” asal-usulnya, hahal bihalal adalah tradisi sangat baik, karena ia mengamalkan ajaran Islam tentang keharusan saling memaafkan, saling menghalalkan, kehilafan antar-sesama manusia.

Quraish Shihab memberi catatan, tujuan hahal bihalal adalah menciptakan keharmonisan antara sesama. 

Kata “halal” biasanya dihadapkan dengan kata haram. Haram adalah sesuatu yang terlarang sehingga pelanggarannya berakibat dosa dan mengundang siksa. Sementara halal adalah sesuatu yang diperbolehkan dan tidak mengundang dosa.

Jika demikian, kata pakar tafsir alumnus Universitas Al-Azhar Kairo ini, halal bihalal adalah menjadikan sikap kita terhadap pihak lain yang tadinya haram dan berakibat dosa, menjadi halal dengan jalan mohon maaf. Bentuknya (halal bihalal) memang khas Indonesia, namun hakikatnya adalah hakikat ajaran Islam.

Halal Bihalal, yaitu berkumpul untuk saling memaafkan dalam suasana lebaran, adalah sebuah tradisi khas umat Islam Indonesia. 

Asal-Usul Halal Bihalal

Menurut Drs. H. Ibnu Djarir (MUI Jateng), sejarah atau asal-mula halal bihalal ada beberapa versi. Menurut sebuah sumber yang dekat dengan Keraton Surakarta, tradisi halal bihalal mula-mula dirintis oleh KGPAA Mangkunegara I, yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa. 

Untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran, dan biaya, maka setelah salat Idul Fitri diadakan pertemuan antara Raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri.

Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa itu kemudian ditiru oleh organisasi-organisasi Islam, dengan istilah halal bihalal. 

Sumber lain menyebutkan tradisi halal bihalal lahir bermula pada masa revolusi kemerdekaan. Saat itu, kondisi Indonesia sangat terancam dan membuat sejumlah tokoh menghubungi Soekarno pada bulan Puasa 1946, agar bersedia di hari raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Agustus menggelar pertemuan dengan mengundang seluruh komponen revolusi.

Tujuannya adalah agar lebaran menjadi ajang saling memaafkan dan menerima keragaman dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa. 

Soekarno menyetujui dan dibuatlah kegiatan halal bihalal yang dihadiri tokoh dan elemen bangsa sebagai perekat hubungan silaturahmi secara nasional. 

Versi lainnya menyebutkan, asal-usul Halalbihalal berasal dari salah satu tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Abdul Wahab Hasbullah tahun 1948. Kyai Wahab memperkenalkan istilah Halalbihalal kepada Bung Karno sebagai bentuk cara silaturahmi antar-pemimpin politik yang pada saat itu masih memiliki konflik.

Pada Hari Raya Idul Fitri di tahun 1948, Bung Karno mengundang seluruh tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahim yang diberi judul 'Halalbihalal.' 

Para tokoh politik akhirnya duduk satu meja. Mereka mulai menyusun kekuatan dan persatuan bangsa ke depan. Sejak saat itu, berbagai instansi pemerintah di masa pemerintahan Bung Karno menyelenggarakan halalbihalal.

Tidak Ada Istilah Halal Bihalal dalam Bahasa Arab

Menurut Ensiklopedi Islam, 2000, hingga abad sekarang; baik di negara-negara Arab maupun di negara Islam lainnya (kecuali di Indonesia) tradisi ini tidak memasyarakat atau tidak ditemukan. Halal bihalal bukan bahasa Arab. 

Ensiklopedi Indonesia, 1978, menyebutkan halal bi halal berasal dari bahasa (lafadz) Arab yang tidak berdasarkan tata bahasa Arab (ilmu nahwu), sebagai pengganti istilah silaturahmi. Sebuah tradisi yang telah melembaga di kalangan Muslim Indonesia.

Inti Halal Bihalal: Silaturahmi & Saling Memaafkan

Faktanya, halal bihalal merupakan kegiatan silaturahmi [صِلَةُ الرَّحِمِ] atau silaturahim dan saling bermaafan. 

Saling memaafkan dan menyambung tali silaturahmi merupakan bagian dari Risalah Islam dan tidak terbatas saat Idul Fitri.

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

"Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh" (QS. Al-A'raf:199)

"Siapa saja yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan pengaruhnya, maka sambunglah tali persaudaraan" (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Rasulullah Saw bersabda: "Tidak ada dosa yang pelakunya lebih layak untuk disegerakan hukumannya di dunia dan di akhirat daripada berbuat zalim dan memutuskan tali persaudaraan" (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi).

"Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka sambunglah tali silaturrahmi" (HR. Al-Bukhari). (www.risalahislam.com, dari berbagai sumber).*

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post