Pengertian NKRI Syariah: Rekomendasi Ijtima' Ulama IV

NKRI Syariah: Rekomendasi Ijtima' Ulama IV di Bogor Agustus 2019
Sejumlah ulama dan aktivis gerakan Islam yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GBPFU), Front Pembela Islam (FPI), dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 mengadakan Ijtima' Ulama IV di Bogor, Senin 5 Agustus 2019.

Ijtima' Ulama ke-4 berlangsung tertutup di Hotel Lor In, Sentul, Bogor, milik Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto (putra bungsu Presiden ke-2 RI Soeharto). Ijtimak Ulama IV dibuka pemimpin FPI, Rizieq Syihab, melalui siaran langsung channel Front TV di YouTube.

Ijtima' Ulama IV menghasilkan 8 poin rekomendasi, salah satunya tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Syariah berdasarkan Pancasila.

"Mewujudkan NKRI syariah yang berdasarkan pancasila sebagaimana termaktub dalam pembukaan, dan batang tubuh UU 1945 dengan prinsip ayat suci, di atas ayat konstitusi, agar diimplementasikan dalam kehidupan beragama berbangsa dan bernegara," demikian salah satu rekomendasi.

Ijtima' Ulama IV juga menganggap Pemilu 2019 penuh dengan kecurangan terstruktur, sistematis, masif, dan brutal.

Peserta Ijtima' Ulama IV bersepakat menerapkan sistem syariah dan penegakan khilafah. Mereka juga mengajak ulama dan umat Islam untuk sama-sama berjuang mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Syariah berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Di bidang ekonomi, para ulama menyerukan kepada umat Islam untuk mengkonversi simpanan dalam bentuk logam mulia.

8 Rekomendasi Ijtima' Ulama IV

Berikut ini isi lengkap 8 rekomendasi Ijtima' Ulama IV di Bogor, 5 Agustus 2019.

1. Menolak kekuasaan yang berdiri atas dasar kecurangan dan kezaliman serta mengambil jarak dengan kekuasaan tersebut

2. Menolak segala putusan hukum yang tidak memenuhi prinsip keadilan.

3. Mengajak seluruh ulama dan umat untuk terus berjuang dan memperjuangkan

-3.1. Penegakan hukum terhadap penodaan agama apapun, oleh siapapun sesuai amanat undang-undang anti penodaan agama, dan tertuang dalam MPRS Nomor 1 tahun 1995 juncto UU Nomor 5 tahun 1999, juncto pasal 156 a

-3.2. Mencegah bangkitnya ideologi marxisme, leninisme, komunisme, maoisme, dalam bentuk apapun dan cara apapun. Sesuai amanat TAP MPRS Nomor 28 Tahun 1966, UU Nomor 27 Tahun 1999 juncto KUHP Pasal 1,107 a, 107 b, 107 c, 107 d, dan 107 e.

-3.3. Menolak segala bentuk perwujudan tatanan ekonomi kapitalisme, dan liberalisme, di segala bidang termasuk penjualan aset negara kepada asing maupun aseng. Dan memberikan kesempatan pada semua pribumi, tanpa memandang suku maupun agama untuk menjadi tuan di negeri sendiri.

-3.4. Pembentukan tim investigasi dan advokasi untuk mengusut tuntas tragedi 2019, yang terkait kematian lebih dari 500 petugas pemilu, tanpa otopsi dan lebih dari 11 ribu petugas pemilu, yang jatuh sakit serta ratusan rakyat yang terluka, ditangkap, dan disiksa bahkan 10 orang dibunuh secara keji dan 4 di antaranya adalah anak-anak.

-3.5. Menghentikan agenda pembubaran ormas islam serta stop kriminalisasi ulama, maupun persekusi, dan serta membebaskan semua ulama dan aktivis 212 beserta simpatisan yang ditahan, dipenjara pasca aksi 212 tahun 2016 hingga kini, dari segala tuntutan, serta memulangkan imam besar umat Islam Indonesia Habib Muhammad Rizieq bin Husain Shihab ke Indonesia tanpa syarat apa pun.

-3.6 Mewujudkan NKRI syariah yang berdasarkan pancasila sebagaimana termaktub dalam pembukaan, dan batang tubuh UU 1945 dengan prinsip ayat suci, di atas ayat konstitusi, agar diimplementasikan dalam kehidupan beragama berbangsa dan bernegara.

4. Perlunya ijtimak ulama dilembagakan sebagai wadah musyawarah antara habaib dan ulama, serta tokoh istiqomah untuk terus menjaga kemaslahatan agama bangsa dan negara.

5. Perlunya dibangun kerja sama dari pusat hingga daerah, antar ormas Islam dan parpol yang selama ini istiqomah berjuang bersama habaib dan ulama, serta umat islam dalam membela agama bangsa dan negara.

6. Menyerukan kepada umat Islam untuk mengkonversi simpanan dalam bentuk logam mulia

7. Membangun sistem kaderisasi yang sistematis, dan terencana, sebagai upaya melahirkan generasi islam yang tangguh dan berkualitas.

8. Memberikan perhatian secara khusus terhadap isu dan masalah substansial, tentang perempuan anak dan keluarga melalui berbagai kebijakan dan regulasi yang tidak bertentangan dengan agama, dan budaya. Hasbunallah nimal wakil, nimal maula wanimal nasir.

Apa itu NKRI Syariah?

Istilah NKRI Syariah bukan hal baru muncul di Ijtima' Ulama. Sebelumnya, dalam Reuni Alumni 212 tahun 2017, pemimpin FPI Habib Rizieq Shihab (HRS) menyampaikan pidatonya dari Arab Saudi kepada peserta reuni lewat telepon.

Dalam seruannya, HRS mendorong terbentuknya NKRI Bersyariah, yaitu hukum syariat yang sesuai dengan Al-Quran diterapkan di Indonesia.

HRS menyebut syariat Islam dapat berdampingan dengan Pancasila. Ia juga menegaskan, cita-cita tersebut tidak berarti ingin menggantikan Pancasila.

Ditegaskan, NKRI bersyariah adalah NKRI yang beragama, bukan ateis atau komunis yang tanpa agama. Ia juga menjelaskan, NKRI bersyariah adalah NKRI yang menjamin semua umat beragama untuk menjalankan ibadah dan syariat agamanya masing-masing.

Masih soal agama, ada poin lain yang ia sebutkan. Menurutnya NKRI yang sesuai syariah adalah NKRI yang melindungi semua agama dari penistaan dan penodaan serta pelecehan.

Ia juga menjelaskan upaya mewujudkan NKRI yang sesuai dengan syariat Islam adalah upaya untuk mengganti Pancasila.

Rizieq menyebut bahwa untuk mewujudkan NKRI bersyariah justru harus berpegang teguh pada Pancasila. Meski begitu Pancasila ini harus berdasarkan Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Menurutnya hal ini sesuai dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Ekonomi & Bank Syariah

Benih NKRI Syariah sebenarnya sudah ada, yaitu dengan muncul dan berkembangnya ekonomi syariah di bidang keuangan, seperti Bank Syariah, Asuransi Syariah, BPR Syariah, Koperasi Syariah, dan sejenisnya. Lembaga-lembaga keuangan ini menerapkan prinsip syariat Islam di bidang ekonomi, dan terbukti berkah dan tanpa masalah.

Itulah sebabnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) misalnya meminta masyarakat tak alergi dengan penggunaan kata syariah.

"Kita jangan alergi dengan kata syariah. Syariah itu mudah sekali. Salat, puasa, itu syariah. Mengajar juga syariah," ujar JK dikutip cnnindonesia.com. Selasa (6/8).

Menurut JK, penggunaan kata syariah juga berlaku pada penggunaan baju sehari-hari. Selama baju itu menutup aurat, maka hal itu memenuhi syariah.

"Saya berpakaian seperti ini syar'i juga," kata JK sambil menunjuk ke kemeja batik lengan panjang dan celana panjang yang ia kenakan.

Ia meminta agar masyarakat tak menganggap bahwa penggunaan kata syariah itu berbahaya. "Jangan merasa syar'i itu bahaya. Itu sesuatu yang sangat simpel," tuturnya. (detik/cnnindonesia).*

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post