Hukum Merayakan & Mengucapkan Selamat Natal

Hukum Merayakan & Mengucapkan Selamat Natal bagi Umat Islam


Hukum Merayakan & Mengucapkan Selamat Natal
SETIAP menjelang hari Natal 25 Desember selalu muncul wacana & isu seputar hukum Natal merayakan & mengucapkan Selamat Natal menurut Islam.

Ringkasnya, umat Islam DILARANG ikut merayakan Natal, juga dilarang mengucapkan Selamat Hari Natal kepada umat Kristen yang merayakannya.

Umat Islam hanya wajib menghormati, tidak mengganggu, sesuai dengan prinsip toleransi dalam Islam: Lakum Diinukum Waliyadiin --untukmu agamamu dan untukku agamaku (QS. Al-'Ashr).

MERAYAKAN NATAL

Menurut Ijma’ ulama, umat Islam tidak boleh (haram) membenarkan ritual mereka, dan umat Islam wajib mengingkarinya. Turut merayakan Natal sama dengan membenarkan atau menyetujui ritual kaum Kristen.

Mengikuti acara Natal –juga merayakan Tahun Baru Masehi— dinilai para ulama telah melanggar aturan Islam, berdasarkan hadits:

"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (hadits shahih, HR. Abu Daud)

Menurut Ibn Taimiyah: “Menyerupai mereka di dalam sebagian hari-hari besar mereka mengandung konsekuensi timbulnya rasa senang di hati mereka atas kebatilan yang mereka lakukan, dan barangkali hal itu membuat mereka antusias untuk mencari-cari kesempatan (dalam kesempitan) dan mengihinakan kaum lemah (iman).”

Fatwa MUI tahun 1981 jelas mengharamkan umat Islam mengikuti upacara Natal. Disebutkan dalam fatwa tersebut:
(1) Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumya haram
(2) Agar Ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal.

MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL

Bagaimana kalau sekadar mengucapkan? Pendapat terkuat dari para ulama, mengucapkan Selamat Natal sama dengan turut merayakannya. Jadi, tidak boleh.

Namun demikian, ada dua pendapat tentang boleh-tidaknya seorang Muslim mengucapkan Selamat Natal (Merry Christmas) kepada kaum Kristen. 

MUI tahun 1981 hanya mengeluarkan fatwa tentang keharaman mengikuti Natal Bersama atau perayaan agama non-Islam lainnya, tidak membahas masalah hukum mengucapkan Selamat Natal.

Silang pendapat (khilafiyah) tentang hukum mengucapkan Selamat Natal ini terjadi di kalangan ulama kontemporer. 

Ada yang mengharamkan dengan dalih hal itu merupakan masalah akidah –mengucapkan selamat berarti menyetujui akidah/keyakinan mereka. 

Ada pula yang menyebutnya mubah (boleh) dengan alasan hal itu merupakan masalah “mu’amalah” (hubungan sosial).
Pendapat terkuat adalah tidak boleh bagi seorang Muslim mengucapkan Selamat Natal, juga haram mengadiri perayaannya (memenuhi undangan perayaan Natal). Kaum Musim cukup dengan menghormati mereka yang merayakannya (tidak mengganggunya).

Yang Mengharamkan
Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim, Syeikh Ibn Baaz, Syeikh Ibnu Utsaimin, Syeikh Ibrahim bin Muhammad al-Huqoil, dan lainnya berpendapat, mengucapkan selamat Hari Natal hukumnya haram karena perayaan ini adalah bagian dari syiar-syiar agama mereka. Allah tidak meridhai adanya kekufuran terhadap hamba-hamba-Nya.

Fatwa ulama besar Arab Saudi, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin. Menurutnya, mengucapkan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (ijma’ kaum muslimin), sebagaimana dikemukakan Ibnul Qoyyim dalam kitab Ahkamu Ahlidz Dzimmah. Menurut Iblul Qayyim, ucapan selamat hari raya kepada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib.

Syaikh Utsaimin juga mengatakan: “Tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir, lalu kedatangannya ke sana ingin mengucapkan selamat hari raya, walaupun itu dilakukan dengan tujuan agar terjalin hubungan atau sekadar memberi selamat (salam) padanya. Karena terdapat hadits dari Nabi Saw: “Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).”(HR. Muslim).

Ketua Al Lajnah Ad Da’imah Arab Saudi, Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, juga mengharamkan ucapan Selamat Natal.

Yang Membolehkan
Ulama yang membolehkan mengucapkan Selamat Natal, di antaranya Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi. Ulama asal Mesir yang kini tinggal di Qatar ini berpendapat:

“Perubahan kondisi global menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari agama orang-orang Nasrani atau yang lainnya. Aku (Yusuf al-Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau nonmuslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (nonmuslim) dengan seorang muslim, seperti kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya.”

Lembaga Riset dan Fatwa Eropa juga membolehkan pengucapan selamat Natal jika mereka bukan termasuk orang-orang yang memerangi kaum muslimin, khususnya dalam keadaan kaum muslimin sebagai kaum minoritas di sebuah negara.

“Tidak dilarang bagi seorang muslim atau Markaz Islam memberikan selamat atas perayaan ini, baik dengan lisan maupun pengiriman kartu ucapan yang tidak menampilkan simbol mereka atau berbagai ungkapan keagamaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam seperti salib,” tegasnya.

Ulama lain yang membolehkan antara lain Dr. Abdus Sattar Fathullah Sa’id (Universitas Al-Azhar), Dr. Muhammad Sayyid Dasuki (Universitas Qatar), Ustadz Musthafa az-Zarqo, serta Syeikh Muhammad Rasyid Ridho. (www.risalahislam.com, dari berbagai sumber).*

Baca Juga: Hukum Merayakan Malam Tahun Baru Masehi

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post