Meraih Lailatul Qadar Tak Harus I'tikaf di Masjid

Bisakah meraih malam qodar (lailatul qadar) di rumah tanpa i'tikaf di masjid? Jawabannya: bisa. I’tikaf di Masjid Bukan Syarat Mendapatkan Lailatul Qadar. Lailatul qadar terkait dengan waktu, bukan dengan tempat.

Meraih Lailatul Qadar Tak Harus I'tikaf di Masjid

PANDEMI Virus Corona (Covid-19) mengharuskan sebagian besar umat Islam "menjauh" dari masjid. Shalat Tarawih dan shalat berjamaah fardu dilakukan di rumah, demi mencegah penularan Covid-19.

MUI, Kementerian Agama, dan ormas-ormas Islam sepakat masijd dikosongkan karena wabah corona. Bahkan, shalat idul fitri pun di rumah.

I'tikaf pun kemungkinan tidak bisa dilakukan. Tujuan utama i'tikaf adalah meraih lailatul qodar. Namun, bisakah meraih lailatul qodar di rumah, tanpa i'tikaf di masjid. 

Sekali lagi, jawabannya adalah bisa. Insya Allah. Berikut ini keterangannya. Tentu, tulisan ini bukan bermaksud mengecilkan apalagi menafikan i'tikaf, tapi konteksnya adalah situasi wabah corona.

I'tikaf di Masjid Bukan Syarat Meraih Lailatul Qadar

Kehadiran malam lailatul qadar disebutkan dalam Al-Quran:

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar, tahukah engkau apakah malam Lailatul Qadar itu ? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turunlah melaikat-malaikat dan Jibril dengan izin Allah Tuhan mereka (untuk membawa) segala usrusan, selamatlah malam itu hingga terbit fajar” (QS Al-Qadar :1-5).

Malam tersebut sangat diberkahi:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا ۚ إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS Ad-Dukhan:3-6).

Apakah bisa mendapatkan malam lailatul qadar tanpa i’tikaf di masjid. 

Tidak semua manusia bisa i’tikaf di masjid pada malam hari. Bisa jadi, ia mendapatkan udzur semisal harus bekerja menjaga rumah sakit yang 24 jam atau petugas keamanan yang berjaga 24 jam. 

Bisa juga orang tersebut memang sedang butuh dengan safar di jalan atau wanita yang sedang haid atau para istri yang sibuk mengurus anak dan bayi di rumah.

Jawabannya adalah mereka atau kita bisa mendapatkan malam lailtul qadar, karena i’tikaf di masjid bukanlah syarat untuk mendapatkan malam lailatul qadar. 

Lailatul qadar terkait dengan waktu, bukan dengan tempat.

Rasulullah Saw bersabda:

فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Pada bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang tidak mendapati malam tersebut, maka ia akan diharamkan mendapatkan kebaikan.” (HR. An-Nasai no. 2106, shahih)

Mereka yang tidak i’tikaf seperti musafir, wanita nifas dan haid serta orang yang udzur, bisa mendapatkan malam lailatul qadar jika mereka mengisi dengan beribadah kepada Allah dengan ikhlas pada malam tersebut.

Juwaibir berkata kepada Ad-Dhahaak,

أرأيت النفساء و الحائض و المسافر و النائم لهم في ليلة القدر نصيب ؟ قال : نعم كل من تقبل الله عمله سيعطيه نصيبه من ليلة القدر

“Bagaimana pendapatmu mengenai wanita yang nifas dan haid, musafir dan orang yang tidur, apakah mereka bisa mendapatkan malam lailatul qadar?”

Ad-Dhahaak menjawab: “Iya, semua orang yang Allah terima amal mereka akan mendapatkan bagian lailatul qadar.” (Al-Lathaif Al-Ma’arif hlm. 341).

I'tikaf Rasulullah Saw

Nabi Muhammad Saw selalu berdiam diri di masjid atau beriktikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan. 

Selama itu pula, Rasulullah Saw makin mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melakukan berbagai macam ibadah di dalam masjid.

عن عائشة رضي الله عنها أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: تحروا ليلة القدر في الوتر من العشر الأواخر من رمضان (رواه البخاري)

Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Aisyah RA menyampaikan:  "Nabi SAW beriktikaf di 10 terakhir bulan Ramadhan sampai Allah SWT mewafatkan beliau". 

Dalam hadits lain riwayat Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan Iman dan Ihtisab (mengharapkan pahala), niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lampau".

Iktikaf memang erat kaitannya dengan Lailatul Qadar. Biasanya seseorang beriktikaf selain untuk meningkatkan ibadah kepada Allah SWT, juga ingin meraih malam Lailatul Qadar. Sebab di malam itu terdapat keberkahan yang berlimpah.

Kembali ke pertanyaan, apakah untuk meraih Lailatul Qadar itu harus dengan beriktikaf?

Ahmad Zarkasih dalam bukunya berjudul Meraih Lailatul Qadar: Haruskah I'tikaf menjelaskan, malam Lailatul Qadar tidak hanya dikhususkan bagi mereka yang beriktikaf, tetapi siapa pun yang di malam itu melaksanakan ibadah.

Zarkasih memaparkan, iktikaf bukanlah syarat untuk mendapatkan malam Lailatul Qadar. Namun, iktikaf merupakan sunnah yang sangat besar pahalanya, dan memang Rasulullah SAW sepanjang hidupnya tidak pernah meninggalkan sunnah tersebut.

"Bagi mereka yang harus masih bekerja di malam hari, ia terhalang untuk bisa beriktikaf. Juga bagi wanita yang tidak bisa beriktikaf karena mendapatkan dirinya dalam keadaan tidak suci. Mereka ini masih punya kesempatan untuk mendapatkan kemuliaan malam Lailatul Qadar," tulis Zarkasih.

Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Hasanuddin AF pun memberi penjelasan soal iktikaf dan Lailatul Qadar.

Dia mengatakan, di mana pun setiap Muslim berada, maka dia bisa mendapatkan malam Lailatul Qadar. Hukum melaksanakan iktikaf pun sunnah dan bukan syarat untuk meraih Lailatul Qadar.

"Di mana saja bisa dapat Lailatul Qadar. Jadi tidak harus di masjid, tidak harus iktikaf. Mendapatkan Lailatul Qadaritu bisa di rumah, bisa di masjid. Asalkan menjalankan ibadah sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya, seperti shalat malam dan lain-lain.

Tafsir QS Al-Qodar tentang Lailatul Qadar

(1-3إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) (سورة القدر

Sesunguhnya kami telah menurunkanya (Al-Qur’an) pada malam qadr (kemulian) (1) Dan tahukah kamu apakah malam qadr itu? (2) Malam qadr itu lebih baik dari seribu bulan (3). (Q.S al-Qadr: 1-3)

Kalimat lailatul al-qadr diulang kembali setelah ayat pertama, yaitu pada ayat kedua dan ketiga. Padahal, bisa saja pada dua ayat tersebut cukup menggunakan zamir (pronomina) yang merujuk pada kalimat lailatul al-qadr pada ayat pertama, tanpa mengulangnya pada ayat kedua dan ketiga.

Hal ini ternyata bertujuan untuk menunjukkan kepada kita akan keagungan malam Lailatul Qadar, sehingga kalimat tersebut perlu diulang agar pesan bahwa keagungan malam Lailatul Qadar tersebut meresap ke dalam hati kita.

Ayat-ayat di atas menjelaskan beberapa alasan yang membuat malam lailaltul Qadar begitu istimewa di antara malam lainya.

Pada malam itu, Allah Swt menurunkan Al-Qur’an secara menyeluruh dari lauhil mahfudz ke langit dunia. Kemudian, Al-Qur’an tersebut disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril secara berangsur-angsur selama 23 tahun.

Syekh Musthafa al-Maraghi dalam kitab tafsirnya menjelaskan, tiadak ada malam yang lebih mulia dan agung dibandingkan malam turunnya Al-Quran (Lailatul Qadar).

Sepatutnya bagi para muslim untuk menjadikan malam Lailatul Qadar sebagai malam yang agung dan mulia.

Setelah dijelaskan bahwa malam Lailatul Qadar adalam malam diturunkanya Al-Qur’an, Allah Swt menjelaskan  bahwa malam tersebut lebih baik daripada seribu bulan. Sehingga ketika kita beribadah dan berbuat kebaikan pada malam itu, maka nilain kebaikanya lebih baik daripada seribu bulan (83 tahun 4 bulan).

Ada juga Sebagian mufassir yang berpendapat, maksud seribu bulan itu menunjukkan jumlah yang banyak, bukan terbatas pada bilangan seribu.

Hal ini menunjukkan bahwa kasih sayang Allah SWT kepada kita, umat yang tidak memiliki umur sepanjang umat-umat sebelumnya, untuk memperoleh amalan kebaikan yang melimpah, yang tentunya tidak kalah denga amalan kebaikan umat  sebelumnya yang memiliki umur yang panjang.

Lebih lanjut lagi, pada malam itu, para malaikat turun ke muka bumi ini. Allah Swt berfirman:

تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (سورة القدر: 4)

“Pada malam itu turun para malaikat dan ruh (jibril) dengan izin tuhanya untuk mengatur semua urusan.” (Q.S al-Qadr: 4)

Selain membawa keberkahan dari Allah Swt, ada beberapa penafsiran terkait faidah turunya malaikat ke muka bumi ini pada malam Lailatul Qadar. Imam al-Qurthubi menjelaskan, turunnya malaikat ke muka bumi, untuk mengaminkan doa-doa orang yang berdoa pada malam tersebut.

Imam Fachruddin ar-Razi menjelaskan juga, kehadiran malaikat pada malam tersebut, untuk memacu ibadah dan amal baik seseorang, sebagaimana seorang terpacu untuk ibadah dan amal kebaikan dengan kehadiran para ulama.

Allah Swt pun menjamin malam Lailatul Qadar dipenuhi dengan kesalamatan dan kesejahteraan, Allah Swt berfirman:

   سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (سورة القدر: 5)

“Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr: 5)

Malam Lailatul Qadar yang menjadi malam turunya al-Quran dan para malaikat ke muka buka bumi, tak lain ialah malam yang diselimuti keselamatan, keamanan, keberkahan, dan kebaikan.

Tidak ada keburukan di dalamnya, dari terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar. Pada malam tersebut, terus berlanjut turun kebaikan, keberkahan, dan para malaikat yang membawa rahmat dari Allah Swt untuk hambanya yang taat, hingga terbitnya fajar.

Ada beberapa penafsiran apa yang dimaksud dengan kata Salam pada ayat tersebut:

  1. Salam di sini ialah salamnya para malaikat kepada orang-orang yang taat kepada Allah Swt pada malam Lailatul Qadar. 
  2. Salam di sini ialah selamatnya dari kekurangan, maksudnya ialah ibadah pada malam ini tidak mengandung kekurangan di dalamnya, dikarenakan kebaikan yang terkandung di dalamnya lebih baik daripada seribu bulan. 
  3. Salam yang berarti keselamatan malam tersebut dari kejahatan setan.

Semoga kita bisa mendapatkan malam Lailatul Qadar dengan ataupun tanpa i'tikaf di masjid. Amin!

Wallahu a’lam bish-shawabi.

Sumber: Muslim, Republika, Islami

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post